Minimnya Film Anak; Libur Sekolah Anak-Anak “Memburu” Film Remaja







Sejak bulan Mei sampai dengan bulan Juli anak-anak pada libur sekolah, jadwal libur tersebut dimulai dari libur menghadapi Ramadhan, Lebaran, Ujian Nasional hingga liburan semester bagi anak-anak dari mulai tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk mengisi liburan menonton adalah salah satu pilihan rekreasi untuk mencari hiburan,  hal itu juga merupakan fungsi perfilman.
            Di kota-kota besar seperti Jakarta bioskop merupakan sarana hiburan anak yang sudah tidak asing lagi. Anak-anak setingkat Sekolah Dasar bahkan datang ke bioskop bersama teman-temannya tanpa didampingi orang tua. Jumlah anak-anak yang datang ke bioskop meningkat saat liburan tiba, sayangnya tidak banyak pilihan film anak yang dapat mereka tonton pada masa liburan. Karena tidak ada pilihan anak-anak dengan terpaksa memburu film remaja.
            Dari data film yang disensorkan ke LSF, bulan Mei ada sekitar 10 film yang disensorkan dan tayang di bioskop, dari 10 film tersebut hanya ada dua film untuk anak usia Semua Umur (SU), itupun ke dua film tersebut film kartun dari luar yang diimpor PT.Omega Film. Dua film yang dilasifikasi untuk  anak Semua Umur  itu adalah, Pokemon Detective Pikachu yang mendapatkan Nomor Surat Tanda Lulus Sensor (No.STLS) : 570/DCP/EA/SU/11.2023/2019 dan film Ungly Doll’s dengan No.STLS: 683/DCP/EA/SU/06.2030/2019. (Data klasifikasi usia dan nomor STLS dapat diakses di wibesite LSF, www.lsf.go.id).
            Tersedianya dua film anak dengan libur Ramadhan dan libur menghadapi Ujian Nasional untuk anak Sekolah Dasar membuat anak-anak memburu film remaja. Ada delapan film remaja yang tayang di bulan Mei, yaitu Sekte (Klasifikasi 17 tahun), Arwah Noni Belanda (17 tahun), Pariban Idolah Tanah Jawa (13 tahun), Tolkim (17 tahun), John Wick 3  Parabelum (17 tahun), Aladdin (13 tahun), Godzilla : King of Monster (13 tahun) dan Roketman (13 tahun).
Minimnya film untuk klasifikasi Semua Umur membuat anak-anak menonton film remaja, bersama teman-temannya bahkan bersama keluarga. Di beberapa bioskop ditemukan anak-anak usia Semua Umur atau di bawah 13 tahun terlihat menonton film Aladdin yang diperuntukkan buat penonton usia 13 tahun ke atas, jelas film tersebut berkonten remaja serta ada adegan ciuman yang tidak pantas ditonton anak usia di bawah 13 tahun.  
Pada bulan Juni saat liburan semester dan lebaran ada 14 film yang beredar di bioskop hanya ada 3 (tiga) film yang diperuntukkan untuk usia SU. Tiga film tersebut dua merupakan film kartun luar, yaitu Toy Story dengan No.STLS: 810/DCP/EA/SU/11.2023/2019 dan kartun The Secret Life of Pets 2 dengan No.STLS: 695/DCP/EA/SU/10.2023/2019, kedua film tersebut diimpor PT.Omega Film. Satu film Indonesia dengan judul Rumah Merah Putih dengan No.STLS: 790/DCP/NAS/SU/05.2024/2019 yang diproduksi oleh Alemia Pictures. Tiga film dengan rentan libur panjang lebaran dan liburan semester itu membuat anak-anak harus menonton film remaja bahkan film dewasa. Film-film yang tayang di bioskop di bulan Juni adalah X Man: Dark Phoenix (13 tahun), Men in Black (13 tahun), Late Night (17 tahun), Annable Comes Home (13 tahun), Anna (17 tahun), Shatt (13 tahun), Hit and Run (17 tahun), Kuntilanak 2 (13 tahun revisi), Si Doel The Movie (13 tahun), Single (13 tahun), Ghosh Writer (13 tahun), dan Mendadak Kaya (13 tahun).
Tidak adanya pilihan film anak adalah salah satu penyebab mengapa anak menonton film tidak sesuai dengan usianya. Saat ini sudah menjadi pemandangan biasa melihat anak-anak nonton film tidak sesuai usia bukan hanya ditonton sendiri bahkan bersama orang tuanya. Salah satu orang tua, Rani mengaku mengajak anaknya yang masih kelas satu Sekolah Dasar menonton X-Men: Dark Phonix untuk penonton 13 tahun dengan alasan tidak ada lagi film buat anak. Ketika ditanya, dengan enteng si ibu menjawab “Nggak ada lagi film anak yang bisa ditonton, minggu lalu sudah menonton film Merah Putih dan Kartun Toy Story,”.
Pemandangan miris juga terjadi di bioskop-bioskop pada bulan Juli 2019. Film Dua Garis Biru yang diperuntukkan buat anak usia 13 tahun dan itupun harus didampingi orang tua ditonton oleh anak-anak yang masih berusia Sekolah Dasar. Tidak ada pilihan, saat itu awal Juli dari 10 film yang beredar di bioskop hanya ada dua  film untuk Semua Umur yaitu Iqro My Univers  dengan No.STLS: 914/DCP/NAS/SU/07.2024/2019 yang diproduksi PT.Mira Andalas Visual dan film Spidermen : Far From Home dengan No.STLS: 863/DCP/E.A/SU/01.2024/2019 yang diimpor oleh PT.Omega Film. Kemudian pada pertengan Juli PT.Omega kembali mengimpor film kartun, The Lion King dengan No.STLS 932/DCP/EA/11.2023/2019. Film The Lion King di rilis terlebih dahulu di Indonesia yaitu tanggal 17 Juli 2019, sementara di Amerika dirilis pada tanggal 19 Juli 2019.
Selain film Dua Garis Biru yang laris ditonton anak-anak di bawah umur 13 tahun ada juga film yang ditonton tidak sesuai usia seperti film Say I Love You (13 tahun), Anak Muda Palsu (13 tahun), Ikut Aku ke Neraka (17 tahun), Stuber (17 tahun), Crawl (17 tahun) dan Once Upan A Time In Hollywood (17 tahun).

Perlunya Perhatian Stake Holder

            Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Anak memiliki  peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Di dalam UU Perlindungan Anak dijelaskan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dan karena anak memiliki peran strategis untuk menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan, maka anak harus mendapatkan perlindungan, salah satunya adalah perlindungan dari pengaruh negatif film. Minimnya jumlah film anak dan banyak ditemukannya anak-anak yang menonton film tidak sesuai dengan usianya maka diperlukan perhatian stake holder (pemangku kebijakan) bidang perfilman antara lain pemerintah, pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman.
Pemerintah sesuai dengan kewajibannya yang tertuang dalam pasal 51 Undang-Undang No.33 Tahun 2009 tentang Perfilman wajib memfasilitasi pengembangan dan kemajuan perfilman, pemerintah juga wajib memfasilitasi pembuatan film untuk pemenuhan ketersediaan film Indonesia salah satunya adalah film untuk kategori anak.  Dalam hal ini pemerintah perlu memfasilitasi Perusahaan Produksi Film Negara (PPFN) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agak aktif memproduksi film anak. Pada masa orde baru PPFN pernah sukses memproduksi film Aku Cinta Indonesia (ACI) dan saat ini sangat diharapkan dapat memproduksi film-film anak lagi.
Pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman sangat diharapkan bersedia dan berkehendak membuat film untuk anak. Pelaku kegiatan dan pelaku usaha pefilman diharapkan dapat berpikir kreatif untuk membuat karya baik fiksi maupun non fiksi yang dapat ditonton anak-anak sebagai media hiburan sekaligus media hiburan.
Selama ini para pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perflman berpendapat bahwa film anak tidak menguntungkan. Hal itu merupakan alasan klise tanpa ada bukti penelitian, karena penonton dengan usia anak-anak lebih besar jumlahnya dibanding penonton usia dewasa.
Anak yang merupakan jaminan  kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan jumlahnya kian lama kian bertambah. Pada Sensus Penduduk 2000 jumlah penduduk mencapai 205,13 juta jiwa dan 36,8 persennya adalah penduduk dengan rentang usia 0-17 tahun atau sebesar 75,43 juta jiwa. Jumlah penduduk bertambah 15,8 persen pada sensus 2010, jumlah penduduknya mencapai 237,64 juta jiwa.   Jumlah anak bertambah 8 persen atau menjadi 81,4 juta jiwa.  Pada Survei Penduduk Antar Sensus 2015 jumlah penduduknya bertambah 33 persen menjadi 255,18 juta jiwa. Dan 33 persennya adalah jumlah anak usia 0-17 tahun atau sekitar 83,99 juta jiwa.

(Sumber : Dari publikasi Analisis Kemiskinan Anak dan Deprivasi Hak-Hak Dasar Anak di Indonesia, BPS. Tahun 2018). Jika di lihat dari jumlahnya dan diasumsikan sebagai penonton maka jumlah tersebut dapat dikalikan dua karena anak-anak menonton wajib didampingi orang tua atau keluarga. (Suhartini, Tenaga Sensor)

Komentar

Postingan Populer