Peran Strategis Perempuan Dalam Pembangunan Spiritual Bangsa; Ibu Lindungi Keluarga dari Pengaruh Buruk Lingkungan
Pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian kegiatan usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa dan Negara serta pemerintah dalam rangka pembinaan bangsa. Dalam pertumbuhan dan perkembangan Negara, pembangunan yang dilakukan bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan non fisik yang merupakan pembangunan mental spiritual.
Secara
terperinci, pembangunan yang dilakukan sebuah negara meliputi pembangunan
ekonomi dalam bentuk infrastruktur,
sarana prasarana negara buat masyarakat, pembangunan bidang politik, ekonomi,
serta sosial. Pembangunan sosial adalah
pembangunan yang bertujuan meningkatkan
kapasitas perseorangan dan institusi masyarakat, memobilisasi dan mengelola
sumber daya manusia guna menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan dan merata
dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri demi mencapai hasil
yang lebih baik dan mencapai keadilan sosial.
Pembangunan
bidang sosial masyarakat dimulai dari pembangunan moral spiritual masyarakat melalui
individu-individu, kelompok-kelompok dengan tujuan yang sama untuk menjadi
lebih baik sehingga dapat menumbuhkan karakter bangsa yang berprilaku santun
dan berbudaya sesuai dengan ciri khas
karakter bangsa Indonesia di mata dunia Internasional. Secara
keseluruhan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan spiritual bangsa
tersebut sama-sama memiliki tujuan untuk
mengubah keadaan masyarakat tertentu menjadi keadaan masyarakat yang lebih baik
yang dicita-citakan negara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pembangunan adalah proses, cara, perbuatan membangun; dari atas proses pembangunan
yang dimulai dari negara maju melalui pemerintah negara berkembang, diturunkan
kepada rakyat, dunia ikhtiar untuk mengubah
keadaan dunia masa lampau yang tidak sesuai dengan cita-cita kehidupan manusia
lahir maupun batin dengan tujuan agar dapat mewariskan masa depan yang
membahagiakan bagi generasi yang akan datang, pembangunan dalam bidang
ekonomi, infrastruktur pembangunan
prasarana, pembangunan politik pembangunan yang mengarah
kepada keinginan perasaan dalam arti warga negara aktif atau terlibat dalam
berbagai kegiatan politik, prasarana pembangunan dasar
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial untuk mendorong masyarakat berusaha
mencapai modernisasi, meliputi perubahan institusional untuk mendukung usaha
nasional dalam mengembangkan kemudahan, seperti jalan, komunikasi, pengairan,
dan sistem perhubungan, serba muka usaha mengubah keadaan
masyarakat tertentu menjadi keadaan masyarakat yang lebih baik dan yang
dicita-citakan, sosial politik, keadaan hidup yang
harus dipandang dari sudut kualitas yang dilihat dari pemikiran menyeluruh dan
dari sudut kuantitas yang dapat diukur dan diamati.[1]
Prioritas
pembangunan sebuah Negara tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik berupa
pembangunan infrastruktur, gedung-gedung, fasiltas-fasilitas untuk masyarakat
umum saja, tetapi yang terpenting adalah
pembangunan spiritual bangsa untuk
menghadapi arus globalisasi dunia melalui media komunikasi. Pembangunan
spiritual bangsa tidak terlepas dengan pembangunan sumber daya manusia. Sumber
daya manusia adalah salah satu elemen penting untuk menguatkan sebuah negara.
Pengaruh arus globalisasi melalui media komunikasi
sangat rentan merusak sumber daya manusia, karena itu semua pihak harus ikut
serta melakukan perlindungan. Perlindungan dilakukan oleh negara dengan memuat
batasan-batasan atau peraturan-peraturan, masyarakat melakukan
kesepakatan-kesepakatan untuk membentuk sebuah etika, keluarga melakukan
perlindungan untuk anggota keluarga yang disebut warga negara.
Film Sebagai Media Komunikasi Propaganda
Salah satu media komunikasi yang bertujuan melakukan propaganda adalah
film. Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dalam media
komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa
suara dan dapat dipertunjukkan. Melalui film, seseorang maupun sekelompok orang
atau suatu negara ingin menyampaikan
pesan kepada khalayak ramai.
Tujuan pembuatan sebuah film bukan hanya untuk sebuah hiburan, dalam
faktar-faktor tertentu film dapat dijadikan sebagai media propaganda agar
khalayak ramai terpengaruh dengan kandungan film yang disajikan. Sebuah negara
juga selalu menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui film.
Pada saat menjajah Indonesia, Jepang pernah membuat sebuah rumah
produksi bernama Nippon Eiga Sha yang didirikan pada bulan April, tahun 1943.
Studio yang digunakan oleh Jepang adalah studio milik ANIF yang setelah Indonesia merdeka kemudian
menjadi milik PFN.
Dengan alasan untuk pengembangan sebuah seni, sebenarnya rumah produksi ini didirikan
dengan tujuan propaganda, agar masyarakat
Indonesia berpihak kepada Kekaisaran Jepang sekaligus untuk mempermudah agenda Jepang di Indonesia. Untuk
lebih menyakinkan masyarakat dalam upaya propaganda tersebut, aktor dan aktris
Indonesia bermain di film-film itu.
Pada saat itu, Jepang memang serius menangani propaganda. Selain
film, propaganda dibuat dalam bentuk surat kabar, contohnya dalam koran Sinar Baroe dan Tjahaja. Layaknya pada zaman
kekuasaan Hitler di Jerman, film yang berbentuk propaganda memang selalu dibuat
seniat mungkin dengan isu yang sangat strategis. Meskipun dalam film tersebut
kental akan muatan politik dan pengalihan isu, secara sinematografis film-film
ini cukup bagus dan meyakinkan, sehingga, penonton pun merasa
"terbius" dan percaya dengan
apa yang dibawakan di dalam film.
Salah satu film yang bermuatan propaganda adalah film dengan
judul Berdjoeang yang diproduksi tahun 1943. Film ini mengisahkan perjuangan masyarakat desa di
Hindia Belanda (Indonesia dulu), untuk melawan penjajah. Penjajah yang dimaksud di dalam film ini
adalah penjajah Belanda.
Jepang sendiri dikisahkan sebagai sekutu yang dimintai bantuan oleh rakyat
Hindia Belanda dalam rangka menggapai kemerdekaan mereka dan lepas dari
belenggu Belanda.Film ini disutradarai oleh Ariffien dan dibintangi oleh Sambas, Mohammad Mochtar, Dhalia, Kartolo,
dan Chatir Harro.
Film ini diproduksi dengan tujuan supaya Indonesia mau membantu Jepang
dalam perang melawan Belanda. Untuk itu, pihak Belanda di dalam film ini
digambarkan sebagai sosok yang jahat dan juga berusaha untuk merusak perjuangan
bangsa Indonesia.[2]
Film diperkenalkan kepada
masyarakat Indonesia sejak masa penjajahan Kolonial Belanda, dan
perkembangannya dibarengi dengan fase-fase kondisi sosial politik yang sedang
terjadi, yakni fase-fase dimana Indonesia diduduki kolonial Belanda, masa
penjajahan Jepang dan masa perjuangan.
Fase-fase sinema tersebut diperkuat dengan pernyataan Antropolog
bernama Karl G Heider. Karl membagi-bagi
fase sinema Indonesia yang merupakan bentukan
dari refleksi situasi politik sebagai priode Kolonial Belanda sampai
tahun 1942, pendudukan Jepang sampai tahun 1945 dan pada masa perjuangan
kemerdekaan 1945-1949.[3]
Sedangkan menurut tokoh film Indonesia, Gayus Siagian dalam bukunya
Sejarah Film Indonesia, kehadiran
oeang-orang dalam kapasitas kolonialisasi (selain termasuk juga para penguasa
Thionghoa) telah memberikan arah bagi sineas Indonesia. Dalam catatan Gayus,
dua tokoh sineas Belanda Mannus Franken dan Albert Balink telah membuat
landasan bagi pembuatan film seni
Indonesia.
Film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis dalam
peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin
untuk memperkuat ketahanan Nasional dan karena itu negara bertanggung-jawab
memajukan perfilman. Film juga sebagai media komunikasi massa nerupakan sarana
mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak
mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di
dunia Internasional, maka film perlu dikembangkan.
Jika pada zaman penjajahan propaganda film yang disajikan dengan
tujuan politik, film propaganda saat ini bukan hanya bertujuan politik, tetapi
yang lebih menakutkan adalah propaganda penyebaran budaya asing yang dapat
mempengaruhi moral anak bangsa. Propaganda tentang kebebasan sex, propaganda
tentang kepercayaan, propaganda untuk
tujuan perdagangan, propaganda budaya asing bahkan propaganda penyebaran paham
LGBT.
Untuk melindungi masyarakat dari pengaruh buruk film, negara telah
berperan serta dengan melahirkan Undang-Undang No.33 Tahun 2009 tentang
Perfilman, Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film
(LSF) dan Peraturan Menteri Pendidikan
(Permendikbud) No.14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kreteria
Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, Penarikan Film dan Iklan Film dari
Peredaran.
Dalam Undang-Undang Perfilman dijelaskan bahwa kegiatan perfilman
dan usaha perfilman dilakukan berdasarkan kebebasan berkreasi, nerinovasi, dan
berkarya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral. Kesusilaan,
dan budaya bangsa.
Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha
perfilman dilarang mengandung isi;
a. Mendorong khalayak ramai umum melakukan
kekerasan dan perjudian serta penyalagunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya.
b. Menonjolkan pornografi
c. Memprovokasi terjadinya pertentangan
antarkelompok, antarsuku, antar-ras dan atau antargolongan.
d. Menistakan, melecehkan, dan atau menodai
nilai-nilai agama;
e. Mendorong khalayak umum untuk melakukan
tindakan melawan hukum dan atau
f.
Merendahkan
harkat dan martabar manusia.[4]
Pokok-pokok yang menjelaskan tentang penyensoran diatur dalam Peraturan
Pemerintah No.18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film (LSF). LSF mempunyai
tugas;
a. Melakukan penyensoran
film dan iklan film sebelum diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak
umum.
b. Melakukan penelitian dan
penilaian judul, tema. Gambar, adegan suara dan teks terjemahan suatu film dan
iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud tersebut,
LSF mempunyai fungsi ;
a. Perlindungan terhadap
masyarakat dari dampak negatif yang timbul dari peredaran dan pertunjukkan film
dan iklan film yang tidak sesuai dengan dasar, arah, dan tujuan perfilman;
b. Penyusunan pedoman
penerbitan dan pembatalan surat tanda lulus sensor;
c. Sosialisasi secara
intensif pedoman dan kriteria sensor kepada pemilik film dan iklan film agar
dapat menghasilkan film dan iklan film yang bermutu;
d. Pemberian kemudahan
masyarakat dalam memilih dan menikmati pertunjukkan film dan iklan film yang
bermutu serta memahami pengaruh film dan iklan film ;
e. Pembantuan pemilik film
dan iklan film dalam memberi informasi yang benar dan lengkap kepada masyarakat
agar dapat memilih dan menikmati film yang bermutu, dan;
f. Pemantauan apresiasi
masyarakat terhadap film dan iklan film yang diedarkan, dipertunjukkan dan
menganalisis hasil pemantauan tersebut untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan tugas penyensoran berikutnya dan/atau disampaikan
kepada Menteri sebagai bahan pengambilan kebijakan kearah pengembangan
perfilman di Indonesia.[5]
Dari
pasal tersebut jelas bahwa fungsi utama dari LSF dalam melakukan penyensoran
adalah melakukan perlindungan terhadap masyarakat dari dampak negatif yang
timbul dari film yang diedarkan. Hal tersebut selaras dengan perfilman yang
bertujuan;
a. Terbinanya akhlak mulia;
b. Terwujudnya kecerdasan
kehidupan bangsa;
c. Terpeliharanya persatuan
dan kesatuan bangsa;
d. Meningkatkan harkat dan
martabat bangsa;
e. Berkembangnya dan
lestarinya nilai budaya bangsa
f. Dikenalnya budaya bangsa
oleh dunia Internasinoal;
g. Meningkatnya
kesejahteraan masyarakat; dan
h. Berkembangnya film
berbasis budaya bangsa yang hidup dan berkelanjutan.
LSF mempunyai wewenang
untuk penentuan penggolongan usia, yang terdiri dari;
a. Untuk penonton Semua
Umur
b. Untuk penonton usia
13 (tiga belas) tahun atau lebih
c. Untuk penonton usia 17 (
tujuh bekas) tahun atau lebih
d. Untuk penonton usia 21
(dua puluh satu) tahun atau lebih.[6]
Kriteria penggolongan
usia diatur juga dalam PP No.18 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendidikan
(Permendikbu) No.14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran,
Penggolongan Usia Penonton dan Penarikan Film dan iklan film dari peredaran. Dalam
PP dan Permendikbud tersebut secara rinci dijelaskan kriteria-kriteria
penggolongan usia melalui proses sensor. Penyensoran adalah sebuah kegiatan
dengan melakukan penelitian, penilaian dan kelayakan film dan iklan film
sebelum dipertunjukkan kepada khalayak umum.
Di
dalam peraturan LSF No.5 tahun 2016 tentang pedoman penetapan klasifikasi film
dan iklan film berdasarkan penggolongan usia, dijelaskan ada 7 (tujuh) elemen
penilaian yang diteliti dan dinilai, yaitu ;
a.
Agama (intoleransi,
pelecehan, penodaan, penistaan)
b.
Ketahanan Nasional
(astagatra)
c.
Kekerasan (sadisme) dan
ancaman yang mudah ditiru
d.
Perjudian
e.
Narkotika, Psikotropika,
Zat Adiktif (NAPZA)
f.
Diskriminasi (SARA,
gender, stereotipe) dan
g.
Pornografi.
Sangatlah
penting menjaga masyarakat dari pengaruh negative film, karena itu negara membutuhkan
peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Partisipasi
penting untuk menjaga terjadinya pengaruh negative film adalah menonton film
sesuai dengan usianya.
Dampak Menonton Film
Tidak Sesuai Usia
Negara sangat butuh peranserta masyarakat, dari
kelompok terkecil masyarakat yaitu
keluarga. Keluarga terutama orang tua harus menyadari bahwa film dapat
berpengaruh negatif jika ditonton tidak sesuai dengan usia.
Beberapa
penelitian menjelaskan bahwa anak yang menonton film tidak sesuai dengan rating
usia, akan berpengaruh negatif kepada anak. Film yang hanya sebuah karya
sinematografi akan dianggap nyata serta
menumbuhkan ekspektasi pada diri anak secara berlebihan dan akan berakibat terjadinya gambaran buruk pada diri anak
tentang kehidupan nyata. Dan hal itu merupakan pengaruh negatif yang
mungkin akan menimbulkan trauma, seperti ketakutan, kecemasan, atau mimpi buruk
pada anak.
Psikolog anak dan remaja
dari Lembaga Psikologi Terapan UI, Vera Itabiliana menjelaskan ada beberapa
dampak yang anak alami kalau nonton film tidak sesuai dengan usianya. Pertama
tentu saja anak tidak dapat menikmati film tersebut
hingga dia bosan kemudian cranky di bioskop dan malah ganggu kesenangan
penonton lain.
Dr. Joanne
Cantor, profesor seni komunikasi di University of Wisconsin, dan Dr.
Kristen Harrison, profesor studi komunikasi di University of Michigan,
menerbitkan penelitian mereka di Media Psychology dimana mereka
mencatat, bahwa anak yang tidak berniat untuk melihat tetapi menyaksikannya
bersama orang lain, dan anak-anak yang usianya lebih kecil, paling berisiko
mengalami efek ketakutan yang bertahan lama. (Rompies, 2021)
Selain rasa ketakutan karena tidak dapat membedakan
antara fiksi dan nyata, anak-anak juga kerap sekali meniru apa yang dilihatnya.
Bagaimana jika mereka menonton film Crimes’s of The Future, sebuah film
yang menceritakan tentang pembunuhan brutal seorang psikopat dengan cara
memutilasi.[7]
Pengaruh
negatif film secara buruk akan berakibat menjadi sebuah kasus kejahatan, jika
film yang tidak sesuai dengan usia ditonton secara berulang-ulang. Salah satu
kejahatan yang disebabkan media tontonan (salah satunya adalah film) adalah
kejahatan online berupa pornografi dan pelecehan kepada anak-anak.
Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga bahkan mengatakan, jumlah kasus
pengaduan anak terkait pornografi dan kejahatan online (korban dan pelaku)
mencapai angka 1.940 anak dari 2017 hingga 2019.
Data
tersebut diperoleh dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Sementara itu, jumlah anak yang menjadi korban kejahatan seksual online
sebanyak 329 anak. Sedangkan anak sebagai
pelaku kejahatan seksual online sebanyak 299 anak .
Anak
korban pornografi dari media sosial sebanyak 426 anak, anak pelaku kepemilikan
media pornografi (gambar dan video) sebanyak 316 anak, anak korban perundungan
di media sosial sebanyak 281 dan anak pelaku perundungan di media sosial
sebanyak 291 anak..[8]
Selain kasus kejahatan pornografi, kejahatan lain yang
disebabkan tontonan adalah perudungan, bahkan beberapa kasus perudungan yang
terjadi diakibatkan karena tontonan seperti kasus yang terjadi di sebuah
Sekolah Dasar di Bukit Tinggi.
Sebuah
kasus video perudungan viral di media
sosial yang terjadi di SD yang ada di Bukit Tinggi, kemudian kasus tersebut
mendapat perhatian pemerintah dan dibentuklah tim pemeriksa kondisi psikologis
anak. Tim pemeriksa kondisi
psikologis korban dan pelaku kekerasan di Sekolah Dasar (SD) Trisula Perwari
Bukittinggi, Sumatera Barat, tersebut mengatakan para siswa pelaku penganiayaan
terhadap rekan mereka bersikap brutal karena terpengaruh tayangan televisi.
Tim pemeriksa kondisi psikologis ini beranggotakan
delapan psikolog yang berasal dari Universitas Negeri Padang, Universitas
Andalas, dan Pemerintah Kota Bukittinggi. Mereka memeriksa korban dan pelaku
pada Senin-Jumat, 13-17 Oktober 2014. Yosi mengatakan hasil pemeriksaan akan
diserahkan kepada Pemerintah Kota Bukittinggi.[9]
Begitu banyaknya kasus-kasus yang disebabkan oleh tontonan, sementara
negara sudah berperan dengan melahirkan undang-undang dan lembaga untuk
mengawal berjalannya undang-undang tersebut. Negara membutuhkan peran serta
masyarakat dengan cara melakukan sensor mandiri. Masyarakat melalui keluarga
harus mampu memilah dan memilih tontonan sehingga tidak berpengaruh negatif.
Meskipun Lembaga Sensor Film telah memberikan batasan usia penonton yang
disosialisasikan melalui poster maupun tampilan telop saat film akan di putar,
tapi masih banyak ditemukan masyarakat terutama anak-anak yang menonton tidak
sesuai dengan usia. Secara khusus bioskop-biokop bahkan tidak memberikan
larangan buat penonton yang tidak sesuai dengan usianya.
Pemilik bioskop, meskipun sudah mendapatkan informasi tentang batasan usia penonton
pada sebuah film melalui poster film serta Surat Tanda Lulus Sensor (STLS), tetapi pemilik dan para pekerja di bioskop tidak melarang anak-anak yang membeli atau dibelikan karcis yang
tidak sesuai dengan klasifikasi usianya. Bahkan peraturan membeli tiket hanya dibatasi pada
usia 2 tahun. Hal itu membuktikan bahwa
masih banyak masyarakat yang tidak bertanggung-jawab dalam melakukan
perlindungan dari pengaruh negatif film.
Untuk itu semua pihak harus saling bekerjasama untuk melindungi masyarakat
terutama anak-anak dari pengaruh negative film dengan cara melakukan sensor
mandiri dengan Memilah dan Memilih Tontonan (MMT). Memilah dan memilih tontonan
dapat berjalan efektif dengan peran serta perempuan-Ibu.
Peran Stategis Perempuan-Ibu dalam
Memilih dan Memilah Tontonan
Ibu adalah sosok
yang mulia. Bahkan dalam buku Ketika Ibu Telah Tiada karya Thoriq Aziz
Jayana (2016:3) diceritakan bahwa betapa mulianya ibu, jika Al-Qur’an saja
meminjam kata umm dan walidat (ibu) sebagai penunjukan pada tempat-tempat yang
mulia. Itulah mengapa kita harus menghormati ibu kita.
Dari Abu Hurairah,
diriwayatkan bahwa dia berkata, ada seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah SAW dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang
paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasul pun menjawab: ‘Ibumu’. ‘Lalu
siapa lagi?’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ayahmu’.”
Dalam kitab Fath al-Bari karya
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dijelaskan perkara Rasul menyebut ibu sebanyak
tiga kali.
Sebagaimana yang dikutip dari Ibnu
Battal, Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa sosok ibu merupakan hal yang luar
biasa mulia di mata Islam bagi Rasulullah SAW.
Menurutnya, disebutnya nama ibu
sebanyak tiga kali karena umumnya ibu telah melewati tiga kesulitan dalam
hidup. Antara lain ketika mengandung, melahirkan, hingga menyusui. Sedangkan
sosok ayah memang memiliki andil yakni dalam hal pendidikan dan nafkah
bersama-sama dengan ibu.[10]
Bahkan sebagai bentuk penghormatan kepada ibu, Indonesia
memperingati Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember. Sejarah peringatan Hari Ibu Nasional dimulai dari Kongres Perempuan pertama yang
diadakan pada tanggal 22 Desember 1928. Kongres inilah yang menjadi awal
kebangkitan dari gerakan wanita di Indonesia.
Kongres Perempuan
Pertama diadakan pada tanggal 22 sampai 25 Desember 2018 dan diprakarsai oleh
para pejuang wanita di era sebelum kemerdekaan Indonesia. Kongres ini sendiri
diselenggarakan di Kota Yogyakarta.
Kongres Perempuan I melahirkan beberapa keputusan yang
mana salah satunya adalah pembentukan organisasi wanita bernama Perserikatan
Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). Di organisasi itulah para wanita mulai bersemangat dan bersatu
dengan para pria demi kemerdekaan Indonesia. Di samping itu, PPPI juga menjadi
wadah bagi para wanita untuk meningkatkan derajat wanita Indonesia.
Kongres Perempuan pun terus berlanjut hingga pada
Kongres Perempuan Indonesia III yang diadakan pada tahun 1938, 22 Desember
dinyatakan sebagai Hari Ibu. Pernyataan peringatan Hari Ibu ini dipertegas oleh pemerintah dengan
Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang bukan
Hari Libur pada tanggal 16 Desember 1959.
Hari ibu yang ada di Indonesia
bukan hanya untuk mengenang jasa-jasa perempuan (ibu) tetapi juga mengenang
semangat juang para perempuan di zaman dulu. Perempuan -Ibu, tidak hanya
menjadi pahlawan negeri tetapi juga pahlawan dalam rumah untuk pembangunan
spiritual generasi yaitu anak.
Ibu di Indonesia pada umumnya
bertanggung-jawab terhadap keluarganya, meskipun ada ibu yang membantu perekonomian keluarga
dengan bekerja tetapi peran sebagai Ibu dalam rumah dilaksanakan demi menjaga
keutuhan tumah tangga. Tanggung jawab ibu
dalam keluarga sangat unik, berharga, dan penting. Tanggung jawab ibu, sebagai
wanita yang sambil bekerja maupun sebagai ibu rumah tangga, merupakan kunci
utama dari sebuah rumah tangga dan keluarga yang harmonis.
Di dalam keluarga, ibu memberikan dan memastikan latar belakang emosional terhadap suami dan anak-anaknya,
karena itu sangat penting peranan ibu terutama
untuk perkembangan anak yang sehat secara fisik maupun stabilitas
emosionalnya. Cara seorang ibu
menanggapi perilaku anaknya memengaruhi pertumbuhan dan perilaku anak mereka
selanjutnya.
Tanggung jawab ibu dalam keluarga sangat penting dan tidak bisa dianggap
remeh karena berpengaruh besar terhadap kesejahteraan keluarga. Dalam ilmu parenting
yang dijelaskan dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Agnes, ada 7 (tujuh)
peran penting dan tanggung jawab ibu
dalam keluarga, yaitu ;
1.
Ibu Sebagai "Jantung" Rumah
Perempuan yang berperan sebagai ibu dapat diibaratkan sebagai jantung
rumah. Laki-laki yang berperan sebagai ayah dapat diibaratkan sebagai kepala. Kepala dan jantung
sangat penting baik untuk fungsi tubuh dan jalannya rumah tangga secara keseluruhan. Gagasan bahwa hanya
kepala yang berpikir dan memiliki peran utama sekarang merupakan konsep yang
sudah kuno. Dikutip dari Advance Training Institute
International, para peneliti telah menemukan bahwa neuron atau sistem
saraf tubuh yang menyimpan memori yang tidak hanya di otak, tetapi juga di
jantung.
Sama seperti jantung yang memberikan sinyal vital dan terus menerus ke
kepala dan seluruh tubuh, demikian pula seorang ibu harus
berkomunikasi tentang apa yang dilihat dan didengarnya kepada
suami agar bersama-sama mereka dapat mengambil keputusan yang bijaksana.
2.
Ibu Sebagai Guru di Rumah
Tanggung jawab ibu dalam keluarga ada sebagai seorang pembelajar dan guru
bagi anaknya. Banyak ibu yang merasa tidak mampu mendidik anaknya
sendiri, terutama ketika anak mencapai jenjang pendidikan SMA dan perguruan
tinggi. Padahal, pujian dari
Moms untuk Si Kecil karena sikap dan kemajuan belajarnya dapat memberikan
dorongan positif dan semangat untuknya. Seorang ibu juga
memiliki tanggung jawab untuk melatih anak-anak mereka yang lebih besar untuk
bekerja sama dengan saudaranya yang lebih kecil. Ketika pendampingan
seperti ini terjadi, yang lebih tua tidak hanya belajar akademis, tetapi juga
mengembangkan keterampilan mengajar dan memulai persiapan mereka sendiri untuk
mengasuh anak kelak.
3.
Ibu Sebagai Perekam Kreatif
Tanggung jawab ibu dalam keluarga juga bisa sebagai perekam kreatif. Terdapat beberapa ide
kreatif yang bisa seorang ibu gunakan untuk menyimpan pencapaian dan momen berharga bagi setiap
anak. Metode favorit adalah
membuat "buku mini". Melalui buku mini, anak-anak diajarkan untuk
memahami dan memadatkan sejumlah besar materi dalam buklet kecil yang dirancang
secara kreatif.
Dalam jurnal BMJ Open disebutkan
anak-anak juga nantinya akan termotivasi untuk memiliki prestasi lebih baik
dengan bagan, grafik, dan catatan yang bermakna.
Kegiatan mengisi buku mini tersebut bisa dimulai oleh ibu dan dilanjutkan
oleh anak ketika semakin besar. Dalam prosesnya, kemampuan menulis, kerapian,
akurasi, ketelitian, kreativitas, dan kualitas lainnya dapat dikembangkan.
4.
Ibu Sebagai Pembagi Tugas
Tanggung jawab ibu dalam keluarga juga sebagai pihak yang mendengarkan
dan peka, dengan begitu ibu akan mengetahui kualitas karakter, studi akademik,
dan keterampilan praktis apa yang perlu dikembangkan pada anak-anaknya. Dengan pemikiran
tersebut, seorang ibu dapat membuat daftar rekomendasi untuk suami untuk
menulis daftar tugas harian.
Dengan menulis daftar tugas harian tersebut, sebuah keluarga akan lebih
terarah dan tidak saling menyalahkan dalam mengurus rumah tangga.
Selain itu, dengan pembagian tugas, anak akan mulai belajar bertanggung
jawab akan tugas yang diberikan kepadanya tersebut. Umumnya cara pikir
ibu tentang pendidikan di rumah biasanya adalah bagaimana cara mendidik
anak-anaknya dan tetap menyelesaikan semua pekerjaan rumah sendiri sekaligus.
Tetapi cara ini tentunya tidak efektif dan hanya menumpukkan beban di
pundak Moms saja. Kunci pendidikan di rumah adalah
secara kreatif mengajak anak-anak untuk mencari kesenangan dan menikmati
pekerjaan dengan memandang tanggung jawab sehari-hari menjadi lebih bermakna
dan membentuk karakter.
Contohnya, mencuci piring dapat diubah menjadi pelajaran tentang rasa syukur (mencuci piring
sebagai penghargaan untuk orang yang membuatkan makanan), ketelitian (mencuci
semua piring dan peralatan makan dengan bersih), dan kerapian (menempatkan
piring di tempat yang tepat).
5.
Ibu Sebagai Penyelesai Masalah
Saat anak-anak beranjak semakin dewasa, mereka akan mulai memiliki banyak
konflik dengan dirinya sendiri, orang tua, saudara, atau temannya. Tanggung jawab ibu
sebagai sosok yang hadir dalam hidup anak, perlu membantunya dalam
menyelesaikan masalah. Anak-anak akan mempelajari keterampilan
mendengarkan, bernegosiasi, berkompromi, dan memecahkan masalah dengan
mencontoh orang tuanya. Keterampilan tersebut akan bermanfaat bagi mereka
seumur hidup.
Mungkin tanggung
jawab yang paling diremehkan dari seorang ibu adalah mampu mengubah dunia. Dikutip dari Joy Digital Magazine, masyarakat
hanya berjarak 20 tahun dari terjadinya anarki atau peradaban lanjutan. Hanya dibutuhkan 20 tahun untuk membesarkan seorang anak, 20
tahun untuk membuat mereka beradab atau membiarkan mereka jatuh ke dalam
anarki. 20 tahun untuk
membesarkan anak-anak yang berkarakter, berintegritas, dan berbelas asih atau
anak-anak yang menipu, mementingkan diri sendiri, dan acuh tak acuh. Artinya sadar atau tidak, seorang ibu memainkan peran
besar dalam pelatihan dan pembangunan karakter seorang anak. Ibu yang membesarkan seorang anak yang baik telah mengubah dunia dengan setiap
anak yang mereka besarkan.
7.
Ibu Sebagai ‘Dokter’ di Rumah
Di rumah, ibu bertindak dan menjalankan berbagai macam profesi bagi anak-anaknya. Tanggung jawab ibu
dalam keluarga juga akan menjadi dokter di rumah yang merawat
anak-anak ketika sakit, memasak sup atau bubur, membuat mereka nyaman, dan
banyak tugas 'dokter' lainnya. Dalam jangka panjang, para ibu
mungkin melakukan banyak hal lebih dari dokter dalam keluarga dan tentu saja
tidak mengharapkan bayaran. Di rumah, ibu bertindak dan
menjalankan berbagai macam profesi bagi anak-anaknya. Tanggung jawab ibu
dalam keluarga juga akan menjadi dokter di rumah yang merawat
anak-anak ketika sakit, memasak sup atau bubur, membuat mereka nyaman, dan
banyak tugas 'dokter' lainnya. Dalam jangka panjang, para ibu
mungkin melakukan banyak hal lebih dari dokter dalam keluarga dan tentu saja
tidak mengharapkan bayaran.
Begitu besar peran dan tanggung-jawab ibu dalam keluarga sehingga dapat
berperan menjadi berbagai macam profesi
dan tentunya sangat berharga bagi seorang suami dan anak-anaknya. [11]
Dalam sebuah keluarga, anggota keluarga pasti memiliki kewajibannya masing-masing. Salah satunya seorang perempuan,
ia memiliki beberapa tanggung jawab menjadi ibu. Dalam sebuah
rumah tangga, sosok ibu berperan sangat penting. Karena, selain tugasnya
menyenangkan suami, ia juga berperan dalam penggambaran sifat dan karakter
anak.
Ibu juga dapat disebut sebagai
madrasah bagi anak-anaknya, seorang anak akan
menerima pembelajaran pertamanya dari rumah, salah satunya dari seorang ibu. Oleh karena itu, sebagia orang tua, mereka memiliki tanggung jawab yang
sangat besar dalam memberikan pelajaran yang tepat bagi anak-anaknya. Orang tua, adalah cerminan untuk setiap anak-anaknya. Baik dalam hal
positif ataupun negatif.
Kehidupan sosial pertama bagi seorang anak adalah
keluarga, semua faktor yang mempengaruhi seorang anak dalam lingkungan
keluarga, merupakan elemen penting bagi kehidupannya kelak dimasa depan.
Perempuan-Ibu- Berperanserta Dalam Pembangunan Spritual
Bangsa
Untuk menjadi sosok orang tua terutama Ibu memanglah tidak semudah yang dibayangkan. Karena Ibu memiliki tanggung jawab yang sangat berat, berharga, dan penting dalam keluarga. Tanggung jawab seorang ibu bahkan dapat berpengaruh besar terhadap kesejahteraan
keluarga.
Ada 3 (tiga ) tanggung-jawab
penting seorang ibu dalam keluarga untuk membentuk keluarga yang baik. Lima
tangung-jawab itu adalah ;
1.
Ibu sebagai madrasah pertama bagi keturunannya.
Tanggung jawab menjadi ibu yang pertama, adalah
sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya. Karena,
seorang ibu merupakan guru atau pembelajar pertama bagi anaknya untuk mengenal
kehidupan dunia. Oleh karena itu, alangkah
baiknya bagi calon ibu harus mempersiapkan sematang mungkin untuk menjadi
seorang ibu. Karakter anak terbangun bagaimana kehidupan dan
didikan dari kedua orang tuanya terutama ibu.
2.
Ibu Menjaga Kesehatan Keluarga
Tanggung jawab menjadi seoranng ibu lainya, adalah
bereperan sebagai dokter. Dimana ia akan selalu menjaga kesehatan anggota
keluarganya dengan baik.
Ketika suami, dan anak-anaknya ada yang sakit, ibu
adalah penolong pertama bagi keluarganya. Ia akan merawat,
memasak makanan yang sehat serta bergizi, mengobati dan memberi rasa nyaman
ketika anak-anak serta suaminya jatuh sakit. Seorang ibu juga
sebaiknya harus tetap menjaga kesehatannya, sebab tanggung jawab yang ia pikul
tentunya membutuhkan fisik yang kuat. Ia akan melakukan
tugasnya dengan penuh keikhlasan tanpa meminta imbalan apapun.
3. Ibu Mengurus dan Merawat
Anggota Keluarga
Tanggung jawab menjadi seorang ibu ketiga
adalah mengurus dan merawat anggota keluarganya dengan baik. Seorang ibu sudah sepantasnya untuk
selalu memperhatikan kesehatan anak-anak serta suaminya dengan baik. Ia juga harus tetap memperhatikan asupan giji untuk kelaurganya
agar ia tetap sehat dan tidak jatuh sakit. Untuk menjadi seorang ibu, ia juga betugas untuk merawat
anak-anaknya dari pertama anaknya lahir kedunia hingga dewasa.[12]
Begitu besarnya peran ibu
dalam keluarga yang tentunya akan berdampak positip bagi kelurga dan negara .
Dampak positip berupa tumbuhnya generasi baru yang memiliki kwalitas sumber
daya manusia.
Seperti kita ketahui, pembangunan sumber daya manusia menjadi program prioritas Presiden Joko
Widodo pada periode kedua pemerintahannya. Setelah megaproyek infrastruktur
yang digalakkan di seluruh penjuru tanah air, kini saatnya sumber daya manusia
Indonesia dibangun, dikelola dan ditingkatkan kualitasnya dengan lebih masif
dari sebelumnya. Visi Indonesia Maju tidak akan terwujud tanpa partisipasi
seluruh rakyat.
Kaum ibu menjadi bagian dari ratusan juta rakyat Indonesia. Kaum ibu
memiliki peran yang strategis dalam pembangunan sumber daya manusia. Ada dua
peran kaum ibu yang sangat strategis dalam pembangunan sumber daya manusia
Indonesia. Pertama, peran mereka sebagai ibu. Kedua, peran mereka sebagai
istri.
Ibu berperan penting dalam membentuk karakter anak. Mereka mengandung,
merawat, memelihara dan mendidik calon generasi bangsa sejak mulai tumbuh dalam
rahimnya. Ibu juga yang pertama kali meletakkan bibit kebaikan dan kejahatan
dalam hati manusia. Kaum ibu tidak boleh berpendidikan rendah, bila
menginginkan peradaban bangsa yang maju. Peradaban dan kepandaiannya akan
diturunkan kepada anak-anaknya. Anak-anak perempuannya akan menjadi ibu pula,
sedangkan anak-anak laki-laki kelak pasti akan menjadi penjaga kepentingan
bangsanya. Demikian Raden Ajeng Kartini menulis suratnya pada Prof. Anton dan
Nyonya pada 4 Oktober 1902. Oleh karena itu, anak-anak perempuan harus diberi
pendidikan setinggi-tingginya sebagai bekal mereka untuk menjadi ibu yang
berkualitas di masa depan.
Menjadi ibu adalah tugas yang sangat berat sekaligus mulia. Dalam Surat
Luqman Ayat 14 Allah SWT berfirman, “Dan Kami wasiatkan manusia menyangkut
kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas
kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kamu kembali”.
Dalam ayat di atas, Alquran menggunakan kata
wahnan yang berarti kelemahan atau kerapuhan. Patron kata yang digunakan ayat
ini mengisyaratkan betapa mengandung merupakan tugas yang amat berat. Betapa
lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri.
Ibu yang tengah mengandung, mengalami kelemahan yang berlipat ganda.
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa ayat tersebut
tidak menyebut jasa ayah, tetapi menekankan jasa ibu. Peranan bapak dalam
konteks kelahiran anak lebih ringan dibanding dengan peranan ibu. Setelah
pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian oleh ibu. Bukan hanya
sampai masa kelahiran, tetapi berlanjut dengan penyusuan, bahkan lebih dari
itu. Ketika calon-calon ibu telah memiliki bekal pengetahuan yang cukup,
diharapkan mereka mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Suami sepatutnya mendampingi istri yang tengah mengandung dengan memenuhi
segala kebutuhan mereka dari makanan bergizi serta kasih sayang. Lindungi pula
kaum ibu dari berbagai macam kekerasan. Agama Islam menyeru setiap manusia
untuk selalu berbuat baik kepada keluarga.
Dalam riwayat At-Tirmidzi dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda, Sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik dalam memperlakukan keluarganya, dan aku adalah
sebaik-baik dari kalian dalam memperlakukan keluargaku”. Hadis tersebut memberi
pesan agar memperlakukan keluarga kita dengan baik.
Kaum ibu juga memiliki peran strategis dalam pembangunan sumber daya
manusia dalam posisinya sebagai istri. Istri adalah belahan jiwa suami. Dalam
bahasa Jawa istri disebut garwo alias sigare nyowo (belahan jiwa). Allah SWT
berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 187 Hunna libaasullakum wa antum
libaasullahunna artinya mereka (para istri) adalah pakaian bagimu (wahai suami)
dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.
Kalau pakaian berfungsi menutup aurat dan kekurangan jasmani manusia,
demikian pula pasangan suami istri harus saling melengkapi dan menutup
kekurangan masing-masing. Jika pakaian merupakan hiasan bagi pemakainya, maka
istri adalah hiasan bagi suaminya, begitu pula sebaliknya. Istri adalah orang
yang paling dekat dengan suami. Sedekat-dekatnya suami dengan rekannya, tetap
lebih dekat dengan istrinya. Tidak jarang suami mendapatkan jalan keluar
mengenai masalah yang di hadapinya di kantor, setelah berdiskusi dengan
istrinya di atas ranjang.
Di balik kesuksesan seorang lelaki, ada perempuan hebat di belakangnya.
Demikian pepatah mengatakan. Dapat disaksikan bagaimana Ibu Ainun berperan
besar bagi kesuksesan Bapak B.J Habibie. Demikian pula peran Ibu Ani bagi
kesuksesan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Serta peran Ibu Iriana bagi
kesuksesan Bapak Joko Widodo. Ada banyak istri yang rela mengorbankan jiwa raga
mereka demi pengabdian mereka pada suami.
Para istri bisa menjadi ahli gizi, perawat kesehatan, partner kerja,
konsultan bisnis, akuntan keuangan, penghibur, hingga fashion stylist bagi
suaminya sekaligus. Betapa pentingnya peran istri bagi suaminya. Istri yang
baik senantiasa menyemangati suami untuk lebih giat dalam berkarya. Istri yang
baik juga akan mengingatkan suaminya agar selalu mencari nafkah dari jalan yang
halal. Tidak mengambil yang bukan haknya, apalagi dari jalan yang haram seperti
korupsi atau mencuri.
Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa para istri memiliki peran strategis
dalam pembangunan sumber daya manusia. Karena nasihat-nasihat yang istri
berikan untuk suaminya akan senantiasa terngiang dalam benak sang suami, dan
akan berusaha dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Untuk bisa menjadi ibu dan istri yang baik, tentu setiap anak perempuan
harus diberi pendidikan setinggi-tingginya serta perlindungan dari berbagai
kekerasan yang mungkin mereka hadapi. Anak-anak harus dicegah melakukan
perkawinan pada usia anak, karena perkawinan dini mengakibatkan anak terpaksa
meninggalkan bangku sekolah.
R.A Kartini pada 4 Oktober 1902 dalam suratnya kepada Tuan dan Nyonya
Abendanon telah meminta agar anak-anak perempuan bangsanya diberi pendidikan.
Bukan untuk menyaingi lelaki, namun sebagai bekal mereka menjalankan tugas
berat yang diberikan Tuhan kepada perempuan. Yaitu sebagai ibu dan juga sebagai
istri. [13]
Penutup
Begitu strategisnya peran perempuan-Ibu- dalam
pembangunan spriritual bangsa salah satunya adalah menjaga moral anak bangsa
yang diawali dari keluarga. Negara telah berperan dalam melakukan perlindungan
terhadap masyarakat melalui Lembaga Sensoor Film, masyarakat harus mentaatinya
dengan melakukan sensor mandiri.
Tujuan dari sensor mandiri adalah melindungi
masyarakat dari pengaruh negatif film, jika masyarakat terlindungi maka akan
terlindungilah generasi bangsa. Ibu sebagai orang terpenting dalam keluarga
menjadi gawang pembangunan spiritual dengan menjaga generasi dari beberapa
pengaruh buruk lingkungan sekitarnya, salah satunya adalah film.
[1] Pembagunan. 2016. Pada KBBI Daring.
Diambil 19 Nov 2022, dari https://kbbi.web.id/pembangunan
[2] Kirana Intan. 17 Agustus 2021.”Inilah
6 Film Propaganda Jepang Sebelum Indonesia Merdeka”. https://kincir.com/movie/cinema/film-propaganda-jepang-kVggbHQicOQF. (Diakses pada 21 November 2022)
[3] Arda
Muhlisiun Film Nasional Indonesia Pertama, , Fakultas Film dan Televisi
(IKJ)-Institut Kesenian Jakarta, 2019 hal 10.
[4] Badan Perfilman Indonesia Nomor 33
Tahun 2009 tentang Perfilman, pasal 5-6.
[5]
Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film, Pasal 6-7 .
[6]
Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film, Pasal
28.
[7] Syakinah Yusriyyah, 18 Juni 2022 “Menilik
Dampak Film Horor Pada Anak” https://kumparan.com/syakinahyusriyyah/menilik-dampak-film-horor-pada-anak-1yHZqtyYRkP/3, ( Di akses pada 21, November 2022)
[8] CNN
Indonesia, 10 Feb 2020 “KPAI: 1.940 Anak Jadi Korban
Kejahatan Online Sejak 2017-2019”
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200210131134-185-473240/kpai-1940-anak-jadi-korban-kejahatan-online-sejak-2017-2019 (Di akses pada 21 November 2022)
[9] Firmansya Ferry, 19 Oktober 2014,
“Kekerasan di SD Bukittinggi Akibat Pengaruh TV” https://nasional.tempo.co/read/615329/kekerasan-di-sd-bukittinggi-akibat-pengaruh-tv. (Di akses pada 21 November 2022)
[10] Imas Damayanti, 13 Desember 2019
“Mengapa Ibu Istimewe Hingga disebbut 3 Kali dalam Sabdanya” https://www.republika.co.id/berita/q2f5dk320/mengapa-ibu-istimewa-hingga-disebut-3-kali-dalam-sabdanya. (Di akses pada 22, November 2022)
[11] Orami, 29 Juni 2021, “Tanggung Jawab
Ibu Dalam Keluarga” https://www.orami.co.id/magazine/tanggung-jawab-ibu-dalam-keluarga. (Di akses pada 22 November 2022 )
[12] Julaeha Siti, 27 November 2021, “Muslimah
wajib Tahu Ini! 5 Tanggung Jawab Menjadi Ibu dalam Keluarga” https://www.islampos.com/tanggung-jawab-menjadi-ibu-241200/. (Di akses pada 22, November 2022)
[13] Anita
Qurroti Ayuni, Lc., M.Pd. 23
Desember 2019, “Dua Peran Strategis Kaum Ibu dalam Pembangunan Sumber Daya
Manusia” https://lombokpost.jawapos.com/opini/23/12/2019/dua-peran-strategis-kaum-ibu-dalam-pembangunan-sumber-daya-manusia. (Di akses pada 22 November 2022)
Komentar
Posting Komentar