Peran Strategis Perempuan Dalam Pembangunan Spiritual Bangsa; Ibu Lindungi Keluarga dari Pengaruh Buruk Lingkungan

 Pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian kegiatan usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa dan Negara serta pemerintah dalam rangka pembinaan bangsa. Dalam pertumbuhan dan perkembangan Negara, pembangunan yang dilakukan bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan non fisik yang merupakan pembangunan mental spiritual.

Secara terperinci, pembangunan yang dilakukan sebuah negara meliputi pembangunan ekonomi  dalam bentuk infrastruktur, sarana prasarana negara buat masyarakat, pembangunan bidang politik, ekonomi, serta sosial. Pembangunan sosial adalah pembangunan yang bertujuan  meningkatkan kapasitas perseorangan dan institusi masyarakat, memobilisasi dan mengelola sumber daya manusia guna menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri demi mencapai hasil yang lebih baik dan mencapai keadilan sosial.

Pembangunan bidang sosial masyarakat dimulai dari pembangunan moral spiritual masyarakat melalui individu-individu, kelompok-kelompok dengan tujuan yang sama untuk menjadi lebih baik sehingga dapat menumbuhkan karakter bangsa yang berprilaku santun dan berbudaya sesuai dengan ciri khas  karakter bangsa Indonesia di mata dunia Internasional. Secara keseluruhan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan spiritual bangsa tersebut sama-sama  memiliki tujuan untuk mengubah keadaan masyarakat tertentu menjadi keadaan masyarakat yang lebih baik yang dicita-citakan negara. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  pembangunan  adalah  proses, cara, perbuatan membangun; dari atas proses pembangunan yang dimulai dari negara maju melalui pemerintah negara berkembang, diturunkan kepada rakyat,  dunia ikhtiar untuk mengubah keadaan dunia masa lampau yang tidak sesuai dengan cita-cita kehidupan manusia lahir maupun batin dengan tujuan agar dapat mewariskan masa depan yang membahagiakan bagi generasi yang akan datang,  pembangunan dalam bidang ekonomi,  infrastruktur pembangunan prasarana, pembangunan  politik pembangunan yang mengarah kepada keinginan perasaan dalam arti warga negara aktif atau terlibat dalam berbagai kegiatan politik,  prasarana pembangunan dasar kehidupan politik, ekonomi, dan sosial untuk mendorong masyarakat berusaha mencapai modernisasi, meliputi perubahan institusional untuk mendukung usaha nasional dalam mengembangkan kemudahan, seperti jalan, komunikasi, pengairan, dan sistem perhubungan,  serba muka usaha mengubah keadaan masyarakat tertentu menjadi keadaan masyarakat yang lebih baik dan yang dicita-citakan,   sosial politik,  keadaan hidup yang harus dipandang dari sudut kualitas yang dilihat dari pemikiran menyeluruh dan dari sudut kuantitas yang dapat diukur dan diamati.[1]

Prioritas pembangunan sebuah Negara tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik berupa pembangunan infrastruktur, gedung-gedung, fasiltas-fasilitas untuk masyarakat umum saja, tetapi  yang terpenting adalah pembangunan spiritual  bangsa untuk menghadapi arus globalisasi dunia melalui media komunikasi. Pembangunan spiritual bangsa tidak terlepas dengan pembangunan sumber daya manusia. Sumber daya manusia adalah salah satu elemen penting untuk menguatkan sebuah negara.

Pengaruh  arus globalisasi melalui media komunikasi sangat rentan merusak sumber daya manusia, karena itu semua pihak harus ikut serta melakukan perlindungan. Perlindungan dilakukan oleh negara dengan memuat batasan-batasan atau peraturan-peraturan, masyarakat melakukan kesepakatan-kesepakatan untuk membentuk sebuah etika, keluarga melakukan perlindungan untuk anggota keluarga yang disebut warga negara.

Film Sebagai Media Komunikasi Propaganda                       

Salah satu media komunikasi yang bertujuan melakukan propaganda adalah film. Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dalam media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Melalui film, seseorang maupun sekelompok orang atau suatu negara ingin  menyampaikan pesan kepada khalayak ramai.

Tujuan pembuatan sebuah film bukan hanya untuk sebuah hiburan, dalam faktar-faktor tertentu film dapat dijadikan sebagai media propaganda agar khalayak ramai terpengaruh dengan kandungan film yang disajikan. Sebuah negara juga selalu menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui film.

Pada saat menjajah Indonesia, Jepang pernah membuat sebuah rumah produksi bernama Nippon Eiga Sha yang didirikan pada bulan April, tahun 1943. Studio yang digunakan oleh Jepang adalah studio milik ANIF yang setelah Indonesia merdeka kemudian menjadi milik PFN.

Dengan alasan untuk pengembangan sebuah seni,  sebenarnya rumah produksi ini didirikan dengan tujuan propaganda, agar masyarakat  Indonesia  berpihak kepada  Kekaisaran Jepang sekaligus untuk  mempermudah agenda Jepang di Indonesia. Untuk lebih menyakinkan masyarakat dalam upaya propaganda tersebut, aktor dan aktris Indonesia bermain di film-film itu.

Pada saat itu, Jepang memang serius menangani propaganda. Selain film, propaganda dibuat dalam bentuk surat kabar, contohnya dalam koran Sinar Baroe dan Tjahaja.  Layaknya pada zaman kekuasaan Hitler di Jerman, film yang berbentuk propaganda memang selalu dibuat seniat mungkin dengan isu yang sangat strategis. Meskipun dalam film tersebut kental akan muatan politik dan pengalihan isu, secara sinematografis film-film ini cukup bagus dan meyakinkan, sehingga, penonton pun merasa "terbius" dan percaya dengan  apa yang dibawakan di dalam film.

Salah satu film yang bermuatan propaganda adalah film dengan judul  Berdjoeang yang diproduksi tahun 1943. Film ini mengisahkan perjuangan masyarakat desa di Hindia Belanda (Indonesia dulu), untuk melawan penjajah.  Penjajah yang dimaksud di dalam film ini adalah penjajah Belanda.

Jepang sendiri dikisahkan sebagai sekutu yang dimintai bantuan oleh rakyat Hindia Belanda dalam rangka menggapai kemerdekaan mereka dan lepas dari belenggu Belanda.Film ini disutradarai oleh Ariffien dan dibintangi oleh  Sambas, Mohammad Mochtar, Dhalia, Kartolo, dan Chatir Harro.

Film ini diproduksi dengan tujuan supaya Indonesia mau membantu Jepang dalam perang melawan Belanda. Untuk itu, pihak Belanda di dalam film ini digambarkan sebagai sosok yang jahat dan juga berusaha untuk merusak perjuangan bangsa Indonesia.[2]

Film diperkenalkan kepada  masyarakat Indonesia sejak masa penjajahan Kolonial Belanda, dan perkembangannya dibarengi dengan fase-fase kondisi sosial politik yang sedang terjadi, yakni fase-fase dimana Indonesia diduduki kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang dan masa perjuangan.

Fase-fase sinema tersebut diperkuat dengan pernyataan Antropolog bernama Karl G Heider. Karl  membagi-bagi fase sinema Indonesia yang merupakan bentukan   dari refleksi situasi politik sebagai priode Kolonial Belanda sampai tahun 1942, pendudukan Jepang sampai tahun 1945 dan pada masa perjuangan kemerdekaan 1945-1949.[3]

Sedangkan menurut tokoh film Indonesia, Gayus Siagian dalam bukunya Sejarah Film Indonesia, kehadiran oeang-orang dalam kapasitas kolonialisasi (selain termasuk juga para penguasa Thionghoa) telah memberikan arah bagi sineas Indonesia. Dalam catatan Gayus, dua tokoh sineas Belanda Mannus Franken dan Albert Balink telah membuat landasan bagi pembuatan  film seni Indonesia. 

Film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin untuk memperkuat ketahanan Nasional dan karena itu negara bertanggung-jawab memajukan perfilman. Film juga sebagai media komunikasi massa nerupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia Internasional, maka film perlu dikembangkan.

Jika pada zaman penjajahan propaganda film yang disajikan dengan tujuan politik, film propaganda saat ini bukan hanya bertujuan politik, tetapi yang lebih menakutkan adalah propaganda penyebaran budaya asing yang dapat mempengaruhi moral anak bangsa. Propaganda tentang kebebasan sex, propaganda tentang kepercayaan,  propaganda untuk tujuan perdagangan, propaganda budaya asing bahkan propaganda penyebaran paham LGBT.

Untuk melindungi masyarakat dari pengaruh buruk film, negara telah berperan serta dengan melahirkan Undang-Undang No.33 Tahun 2009 tentang Perfilman, Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film (LSF) dan Peraturan Menteri Pendidikan  (Permendikbud) No.14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kreteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, Penarikan Film dan Iklan Film dari Peredaran.    

Dalam Undang-Undang Perfilman dijelaskan bahwa kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilakukan berdasarkan kebebasan berkreasi, nerinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral. Kesusilaan, dan budaya bangsa.

Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung isi;

a.       Mendorong khalayak ramai umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalagunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

b.      Menonjolkan pornografi

c.       Memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-ras dan atau antargolongan.

d.      Menistakan, melecehkan, dan atau menodai nilai-nilai agama;

e.       Mendorong khalayak umum untuk melakukan tindakan melawan hukum dan atau

f.        Merendahkan harkat dan martabar manusia.[4]

Pokok-pokok yang menjelaskan tentang penyensoran diatur dalam  Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film (LSF). LSF mempunyai tugas;

a.       Melakukan penyensoran film dan iklan film sebelum diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum.

b.      Melakukan penelitian dan penilaian judul, tema. Gambar, adegan suara dan teks terjemahan suatu film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum.

            Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud tersebut, LSF mempunyai fungsi ;

a.      Perlindungan terhadap masyarakat dari dampak negatif yang timbul dari peredaran dan pertunjukkan film dan iklan film yang tidak sesuai dengan dasar, arah, dan tujuan perfilman;

b.      Penyusunan pedoman penerbitan dan pembatalan surat tanda lulus sensor;

c.      Sosialisasi secara intensif pedoman dan kriteria sensor kepada pemilik film dan iklan film agar dapat menghasilkan film dan iklan film yang bermutu;

d.      Pemberian kemudahan masyarakat dalam memilih dan menikmati pertunjukkan film dan iklan film yang bermutu serta memahami pengaruh film dan iklan film ;

e.      Pembantuan pemilik film dan iklan film dalam memberi informasi yang benar dan lengkap kepada masyarakat agar dapat memilih dan menikmati film yang bermutu, dan;

f.       Pemantauan apresiasi masyarakat terhadap film dan iklan film yang diedarkan, dipertunjukkan dan menganalisis hasil pemantauan tersebut untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tugas penyensoran berikutnya dan/atau disampaikan kepada Menteri sebagai bahan pengambilan kebijakan kearah pengembangan perfilman di Indonesia.[5]

 

        Dari pasal tersebut jelas bahwa fungsi utama dari LSF dalam melakukan penyensoran adalah melakukan perlindungan terhadap masyarakat dari dampak negatif yang timbul dari film yang diedarkan. Hal tersebut selaras dengan perfilman yang bertujuan;

a.      Terbinanya akhlak mulia;

b.      Terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa;

c.      Terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa;

d.      Meningkatkan harkat dan martabat bangsa;

e.      Berkembangnya dan lestarinya nilai budaya bangsa

f.       Dikenalnya budaya bangsa oleh dunia Internasinoal;

g.      Meningkatnya kesejahteraan masyarakat; dan

h.      Berkembangnya film berbasis budaya bangsa yang hidup dan berkelanjutan.

LSF mempunyai wewenang untuk penentuan penggolongan usia, yang terdiri dari;

a.      Untuk penonton Semua Umur

b.      Untuk penonton usia 13  (tiga belas) tahun atau lebih

c.      Untuk penonton usia 17 ( tujuh bekas) tahun atau lebih

d.      Untuk penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.[6]

Kriteria penggolongan usia diatur juga dalam PP No.18 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbu) No.14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton dan Penarikan Film dan iklan film dari peredaran. Dalam PP dan Permendikbud tersebut secara rinci dijelaskan kriteria-kriteria penggolongan usia melalui proses sensor. Penyensoran adalah sebuah kegiatan dengan melakukan penelitian, penilaian dan kelayakan film dan iklan film sebelum dipertunjukkan kepada khalayak umum.

Di dalam peraturan LSF No.5 tahun 2016 tentang pedoman penetapan klasifikasi film dan iklan film berdasarkan penggolongan usia, dijelaskan ada 7 (tujuh) elemen penilaian yang diteliti dan dinilai, yaitu ;

a.      Agama (intoleransi, pelecehan, penodaan, penistaan)

b.      Ketahanan Nasional (astagatra)

c.      Kekerasan (sadisme) dan ancaman yang mudah ditiru

d.      Perjudian

e.      Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif (NAPZA)

f.       Diskriminasi (SARA, gender, stereotipe) dan

g.      Pornografi.

Sangatlah penting menjaga masyarakat dari pengaruh negative film, karena itu negara membutuhkan peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Partisipasi penting untuk menjaga terjadinya pengaruh negative film adalah menonton film sesuai dengan usianya. 

Dampak Menonton Film  Tidak Sesuai Usia

Negara sangat butuh peranserta masyarakat, dari kelompok terkecil masyarakat yaitu  keluarga. Keluarga terutama orang tua harus menyadari bahwa film dapat berpengaruh negatif jika ditonton tidak sesuai dengan usia. 

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa anak yang menonton film tidak sesuai dengan rating usia, akan berpengaruh negatif  kepada anak. Film yang hanya sebuah karya sinematografi akan dianggap nyata serta menumbuhkan  ekspektasi pada diri anak secara  berlebihan dan akan berakibat terjadinya  gambaran buruk pada diri anak tentang kehidupan nyata. Dan  hal itu merupakan pengaruh negatif yang mungkin akan menimbulkan trauma, seperti ketakutan, kecemasan, atau mimpi buruk pada anak.

Psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan UI, Vera Itabiliana menjelaskan ada beberapa dampak yang anak alami kalau nonton film tidak sesuai dengan usianya. Pertama tentu saja anak tidak dapat menikmati film tersebut hingga dia bosan kemudian cranky di bioskop dan malah ganggu kesenangan penonton lain.

Dr. Joanne Cantor, profesor seni komunikasi di University of Wisconsin, dan Dr. Kristen Harrison, profesor studi komunikasi di University of Michigan, menerbitkan penelitian mereka di Media Psychology dimana mereka mencatat, bahwa anak yang tidak berniat untuk melihat tetapi menyaksikannya bersama orang lain, dan anak-anak yang usianya lebih kecil, paling berisiko mengalami efek ketakutan yang bertahan lama. (Rompies, 2021)

Selain rasa ketakutan karena tidak dapat membedakan antara fiksi dan nyata, anak-anak juga kerap sekali meniru apa yang dilihatnya. Bagaimana jika mereka menonton film Crimes’s of The Future, sebuah film yang menceritakan tentang pembunuhan brutal seorang psikopat dengan cara memutilasi.[7]

Pengaruh negatif film secara buruk akan berakibat menjadi sebuah kasus kejahatan, jika film yang tidak sesuai dengan usia ditonton secara berulang-ulang. Salah satu kejahatan yang disebabkan media tontonan (salah satunya adalah film) adalah kejahatan online berupa pornografi dan pelecehan kepada anak-anak.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga bahkan mengatakan, jumlah kasus pengaduan anak terkait pornografi dan kejahatan online (korban dan pelaku) mencapai angka 1.940 anak dari 2017 hingga 2019.

Data tersebut diperoleh dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sementara itu, jumlah anak yang menjadi korban kejahatan seksual online sebanyak 329 anak. Sedangkan anak sebagai  pelaku kejahatan seksual online sebanyak 299 anak .

Anak korban pornografi dari media sosial sebanyak 426 anak, anak pelaku kepemilikan media pornografi (gambar dan video) sebanyak 316 anak, anak korban perundungan di media sosial sebanyak 281 dan anak pelaku perundungan di media sosial sebanyak 291 anak..[8]

Selain kasus kejahatan pornografi, kejahatan lain yang disebabkan tontonan adalah perudungan, bahkan beberapa kasus perudungan yang terjadi diakibatkan karena tontonan seperti kasus yang terjadi di sebuah Sekolah Dasar  di Bukit Tinggi.

Sebuah kasus video perudungan  viral di media sosial yang terjadi di SD yang ada di Bukit Tinggi, kemudian kasus tersebut mendapat perhatian pemerintah dan dibentuklah tim pemeriksa kondisi psikologis anak. Tim pemeriksa kondisi psikologis korban dan pelaku kekerasan di Sekolah Dasar (SD) Trisula Perwari Bukittinggi, Sumatera Barat, tersebut  mengatakan para siswa pelaku penganiayaan terhadap rekan mereka bersikap brutal karena terpengaruh tayangan televisi.

Tim pemeriksa kondisi psikologis ini beranggotakan delapan psikolog yang berasal dari Universitas Negeri Padang, Universitas Andalas, dan Pemerintah Kota Bukittinggi. Mereka memeriksa korban dan pelaku pada Senin-Jumat, 13-17 Oktober 2014. Yosi mengatakan hasil pemeriksaan akan diserahkan kepada Pemerintah Kota Bukittinggi.[9]

Begitu banyaknya kasus-kasus yang disebabkan oleh tontonan, sementara negara sudah berperan dengan melahirkan undang-undang dan lembaga untuk mengawal berjalannya undang-undang tersebut. Negara membutuhkan peran serta masyarakat dengan cara melakukan sensor mandiri. Masyarakat melalui keluarga harus mampu memilah dan memilih tontonan sehingga tidak berpengaruh negatif.

Meskipun Lembaga Sensor Film telah memberikan batasan usia penonton yang disosialisasikan melalui poster maupun tampilan telop saat film akan di putar, tapi masih banyak ditemukan masyarakat terutama anak-anak yang menonton tidak sesuai dengan usia. Secara khusus bioskop-biokop bahkan tidak memberikan larangan buat penonton yang tidak sesuai dengan usianya.

Pemilik bioskop, meskipun sudah mendapatkan informasi tentang batasan usia penonton pada sebuah film melalui poster film serta Surat Tanda Lulus Sensor (STLS), tetapi pemilik dan para pekerja di bioskop tidak melarang anak-anak yang membeli atau dibelikan karcis yang tidak sesuai dengan klasifikasi usianya. Bahkan  peraturan membeli tiket hanya dibatasi pada usia 2 tahun. Hal itu membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak bertanggung-jawab dalam melakukan perlindungan dari pengaruh negatif film.

Untuk itu semua pihak harus saling bekerjasama untuk melindungi masyarakat terutama anak-anak dari pengaruh negative film dengan cara melakukan sensor mandiri dengan Memilah dan Memilih Tontonan (MMT). Memilah dan memilih tontonan dapat berjalan efektif dengan peran serta perempuan-Ibu.

 

Peran Stategis Perempuan-Ibu dalam Memilih dan Memilah Tontonan

Ibu  adalah sosok yang mulia. Bahkan dalam buku Ketika Ibu Telah Tiada karya Thoriq Aziz Jayana (2016:3) diceritakan bahwa betapa mulianya ibu, jika Al-Qur’an saja meminjam kata umm dan walidat (ibu) sebagai penunjukan pada tempat-tempat yang mulia. Itulah mengapa kita harus menghormati ibu kita.

Dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa  dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasul pun menjawab: ‘Ibumu’. ‘Lalu siapa lagi?’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ayahmu’.”

Dalam kitab Fath al-Bari karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dijelaskan perkara Rasul menyebut ibu sebanyak tiga kali. 

Sebagaimana yang dikutip dari Ibnu Battal, Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa sosok ibu merupakan hal yang luar biasa mulia di mata Islam bagi Rasulullah SAW.

Menurutnya, disebutnya nama ibu sebanyak tiga kali karena umumnya ibu telah melewati tiga kesulitan dalam hidup. Antara lain ketika mengandung, melahirkan, hingga menyusui. Sedangkan sosok ayah memang memiliki andil yakni dalam hal pendidikan dan nafkah bersama-sama dengan ibu.[10]

Bahkan sebagai bentuk penghormatan kepada ibu, Indonesia memperingati Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember. Sejarah peringatan Hari Ibu Nasional dimulai dari Kongres Perempuan pertama yang diadakan pada tanggal 22 Desember 1928. Kongres inilah yang menjadi awal kebangkitan dari gerakan wanita di Indonesia.

Kongres Perempuan Pertama diadakan pada tanggal 22 sampai 25 Desember 2018 dan diprakarsai oleh para pejuang wanita di era sebelum kemerdekaan Indonesia. Kongres ini sendiri diselenggarakan di Kota Yogyakarta.

Kongres Perempuan I melahirkan beberapa keputusan yang mana salah satunya adalah pembentukan organisasi wanita bernama Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). Di organisasi itulah para wanita mulai bersemangat dan bersatu dengan para pria demi kemerdekaan Indonesia. Di samping itu, PPPI juga menjadi wadah bagi para wanita untuk meningkatkan derajat wanita Indonesia.

Kongres Perempuan pun terus berlanjut hingga pada Kongres Perempuan Indonesia III yang diadakan pada tahun 1938, 22 Desember dinyatakan sebagai Hari Ibu. Pernyataan peringatan Hari Ibu ini dipertegas oleh pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang bukan Hari Libur pada tanggal 16 Desember 1959.

Hari ibu yang ada di Indonesia bukan hanya untuk mengenang jasa-jasa perempuan (ibu) tetapi juga mengenang semangat juang para perempuan di zaman dulu. Perempuan -Ibu, tidak hanya menjadi pahlawan negeri tetapi juga pahlawan dalam rumah untuk pembangunan spiritual generasi yaitu anak.

Ibu di Indonesia pada umumnya bertanggung-jawab terhadap keluarganya, meskipun ada  ibu yang membantu perekonomian keluarga dengan bekerja tetapi peran sebagai Ibu dalam rumah dilaksanakan demi menjaga keutuhan tumah tangga. Tanggung jawab ibu dalam keluarga sangat unik, berharga, dan penting. Tanggung jawab ibu, sebagai wanita yang sambil bekerja maupun sebagai ibu rumah tangga, merupakan kunci utama dari sebuah rumah tangga dan keluarga yang harmonis.

Di dalam keluarga, ibu memberikan dan memastikan latar belakang emosional terhadap  suami dan anak-anaknya, karena itu sangat  penting peranan ibu  terutama untuk perkembangan anak yang sehat secara fisik maupun  stabilitas emosionalnya. Cara seorang ibu menanggapi perilaku anaknya memengaruhi pertumbuhan dan perilaku anak mereka selanjutnya.

Tanggung jawab ibu dalam keluarga sangat penting dan  tidak bisa dianggap remeh karena berpengaruh besar terhadap kesejahteraan keluarga. Dalam ilmu parenting yang dijelaskan dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Agnes, ada 7 (tujuh) peran penting dan tanggung jawab  ibu dalam keluarga, yaitu ;

1.    Ibu Sebagai "Jantung" Rumah

Perempuan yang berperan sebagai ibu dapat diibaratkan sebagai jantung rumah. Laki-laki yang berperan sebagai ayah dapat diibaratkan sebagai kepala. Kepala dan jantung sangat penting baik untuk fungsi tubuh dan jalannya rumah tangga secara keseluruhan. Gagasan bahwa hanya kepala yang berpikir dan memiliki peran utama sekarang merupakan konsep yang sudah kuno. Dikutip dari Advance Training Institute International, para peneliti telah menemukan bahwa neuron atau sistem saraf tubuh yang menyimpan memori yang tidak hanya di otak, tetapi juga di jantung.

Sama seperti jantung yang memberikan sinyal vital dan terus menerus ke kepala dan seluruh tubuh, demikian pula seorang ibu harus berkomunikasi tentang apa yang dilihat dan didengarnya kepada suami agar bersama-sama mereka dapat mengambil keputusan yang bijaksana.

2.    Ibu Sebagai Guru di Rumah

Tanggung jawab ibu dalam keluarga ada sebagai seorang pembelajar dan guru bagi anaknya. Banyak ibu yang merasa tidak mampu mendidik anaknya sendiri, terutama ketika anak mencapai jenjang pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Padahal, pujian dari Moms untuk Si Kecil karena sikap dan kemajuan belajarnya dapat memberikan dorongan positif dan semangat untuknya. Seorang ibu juga memiliki tanggung jawab untuk melatih anak-anak mereka yang lebih besar untuk bekerja sama dengan saudaranya yang lebih kecil. Ketika pendampingan seperti ini terjadi, yang lebih tua tidak hanya belajar akademis, tetapi juga mengembangkan keterampilan mengajar dan memulai persiapan mereka sendiri untuk mengasuh anak kelak.

3.    Ibu Sebagai Perekam Kreatif

Tanggung jawab ibu dalam keluarga juga bisa sebagai perekam kreatif. Terdapat beberapa ide kreatif yang bisa seorang ibu gunakan untuk menyimpan pencapaian dan momen berharga bagi setiap anak. Metode favorit adalah membuat "buku mini". Melalui buku mini, anak-anak diajarkan untuk memahami dan memadatkan sejumlah besar materi dalam buklet kecil yang dirancang secara kreatif.

Dalam jurnal BMJ Open disebutkan anak-anak juga nantinya akan termotivasi untuk memiliki prestasi lebih baik dengan bagan, grafik, dan catatan yang bermakna.

Kegiatan mengisi buku mini tersebut bisa dimulai oleh ibu dan dilanjutkan oleh anak ketika semakin besar. Dalam prosesnya, kemampuan menulis, kerapian, akurasi, ketelitian, kreativitas, dan kualitas lainnya dapat dikembangkan.

4.    Ibu Sebagai Pembagi Tugas

Tanggung jawab ibu dalam keluarga juga sebagai pihak yang mendengarkan dan peka, dengan begitu ibu akan mengetahui kualitas karakter, studi akademik, dan keterampilan praktis apa yang perlu dikembangkan pada anak-anaknya. Dengan pemikiran tersebut, seorang ibu dapat membuat daftar rekomendasi untuk suami untuk menulis daftar tugas harian.

Dengan menulis daftar tugas harian tersebut, sebuah keluarga akan lebih terarah dan tidak saling menyalahkan dalam mengurus rumah tangga.

Selain itu, dengan pembagian tugas, anak akan mulai belajar bertanggung jawab akan tugas yang diberikan kepadanya tersebut. Umumnya cara pikir ibu tentang pendidikan di rumah biasanya adalah bagaimana cara mendidik anak-anaknya dan tetap menyelesaikan semua pekerjaan rumah sendiri sekaligus.

Tetapi cara ini tentunya tidak efektif dan hanya menumpukkan beban di pundak Moms saja. Kunci pendidikan di rumah adalah secara kreatif mengajak anak-anak untuk mencari kesenangan dan menikmati pekerjaan dengan memandang tanggung jawab sehari-hari menjadi lebih bermakna dan membentuk karakter.

Contohnya, mencuci piring dapat diubah menjadi pelajaran tentang rasa syukur (mencuci piring sebagai penghargaan untuk orang yang membuatkan makanan), ketelitian (mencuci semua piring dan peralatan makan dengan bersih), dan kerapian (menempatkan piring di tempat yang tepat).

5.    Ibu Sebagai Penyelesai Masalah

Saat anak-anak beranjak semakin dewasa, mereka akan mulai memiliki banyak konflik dengan dirinya sendiri, orang tua, saudara, atau temannya. Tanggung jawab ibu sebagai sosok yang hadir dalam hidup anak, perlu membantunya dalam menyelesaikan masalah. Anak-anak akan mempelajari keterampilan mendengarkan, bernegosiasi, berkompromi, dan memecahkan masalah dengan mencontoh orang tuanya. Keterampilan tersebut akan bermanfaat bagi mereka seumur hidup.

6.    Ibu Sebagai Pengubah dunia

Mungkin tanggung jawab yang paling diremehkan dari seorang ibu adalah mampu mengubah dunia. Dikutip dari Joy Digital Magazine, masyarakat hanya berjarak 20 tahun dari terjadinya anarki atau peradaban lanjutan. Hanya dibutuhkan 20 tahun untuk membesarkan seorang anak, 20 tahun untuk membuat mereka beradab atau membiarkan mereka jatuh ke dalam anarki. 20 tahun untuk membesarkan anak-anak yang berkarakter, berintegritas, dan berbelas asih atau anak-anak yang menipu, mementingkan diri sendiri, dan acuh tak acuh. Artinya sadar atau tidak, seorang ibu memainkan peran besar dalam pelatihan dan pembangunan karakter seorang anak. Ibu yang membesarkan seorang anak yang baik telah mengubah dunia dengan setiap anak yang mereka besarkan.

7.    Ibu Sebagai ‘Dokter’ di Rumah

Di rumah, ibu bertindak dan menjalankan berbagai macam profesi bagi anak-anaknya. Tanggung jawab ibu dalam keluarga juga akan menjadi dokter di rumah yang merawat anak-anak ketika sakit, memasak sup atau bubur, membuat mereka nyaman, dan banyak tugas 'dokter' lainnya. Dalam jangka panjang, para ibu mungkin melakukan banyak hal lebih dari dokter dalam keluarga dan tentu saja tidak mengharapkan bayaran. Di rumah, ibu bertindak dan menjalankan berbagai macam profesi bagi anak-anaknya. Tanggung jawab ibu dalam keluarga juga akan menjadi dokter di rumah yang merawat anak-anak ketika sakit, memasak sup atau bubur, membuat mereka nyaman, dan banyak tugas 'dokter' lainnya. Dalam jangka panjang, para ibu mungkin melakukan banyak hal lebih dari dokter dalam keluarga dan tentu saja tidak mengharapkan bayaran.

Begitu besar peran dan tanggung-jawab ibu dalam keluarga sehingga dapat berperan  menjadi berbagai macam profesi dan tentunya sangat berharga bagi seorang suami dan anak-anaknya. [11]

Dalam sebuah keluarga, anggota keluarga pasti memiliki kewajibannya masing-masing. Salah satunya seorang perempuan, ia memiliki beberapa tanggung jawab menjadi ibu. Dalam sebuah rumah tangga, sosok ibu berperan sangat penting. Karena, selain tugasnya menyenangkan suami, ia juga berperan dalam penggambaran sifat dan karakter anak.

Ibu juga dapat disebut sebagai madrasah bagi anak-anaknya, seorang anak akan menerima pembelajaran pertamanya dari rumah, salah satunya dari seorang ibu.  Oleh karena itu, sebagia orang tua, mereka memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam memberikan pelajaran yang tepat bagi anak-anaknya.  Orang tua, adalah cerminan untuk setiap anak-anaknya. Baik dalam hal positif ataupun negatif.

Kehidupan sosial pertama bagi seorang anak adalah keluarga, semua faktor yang mempengaruhi seorang anak dalam lingkungan keluarga, merupakan elemen penting bagi kehidupannya kelak dimasa depan.

Perempuan-Ibu-  Berperanserta Dalam Pembangunan Spritual Bangsa

Untuk menjadi sosok orang tua terutama Ibu memanglah tidak semudah yang dibayangkan. Karena Ibu memiliki tanggung jawab yang sangat berat, berharga, dan penting dalam keluarga. Tanggung jawab seorang ibu bahkan dapat berpengaruh besar terhadap kesejahteraan keluarga.

Ada 3 (tiga ) tanggung-jawab penting seorang ibu dalam keluarga untuk membentuk keluarga yang baik. Lima tangung-jawab itu adalah ;

1.      Ibu sebagai madrasah pertama bagi keturunannya.

Tanggung jawab menjadi ibu yang pertama, adalah sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya. Karena, seorang ibu merupakan guru atau pembelajar pertama bagi anaknya untuk mengenal kehidupan dunia. Oleh karena itu, alangkah baiknya bagi calon ibu harus mempersiapkan sematang mungkin untuk menjadi seorang ibu. Karakter anak terbangun bagaimana kehidupan dan didikan dari kedua orang tuanya terutama ibu.

2.      Ibu Menjaga Kesehatan Keluarga

Tanggung jawab menjadi seoranng ibu lainya, adalah bereperan sebagai dokter. Dimana ia akan selalu menjaga kesehatan anggota keluarganya dengan baik.

Ketika suami, dan anak-anaknya ada yang sakit, ibu adalah penolong pertama bagi keluarganya. Ia akan merawat, memasak makanan yang sehat serta bergizi, mengobati dan memberi rasa nyaman ketika anak-anak serta suaminya jatuh sakit. Seorang ibu juga sebaiknya harus tetap menjaga kesehatannya, sebab tanggung jawab yang ia pikul tentunya membutuhkan fisik yang kuat. Ia akan melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan tanpa meminta imbalan apapun.

3.       Ibu Mengurus dan Merawat Anggota Keluarga

 

Tanggung jawab menjadi seorang ibu ketiga adalah mengurus dan merawat anggota keluarganya dengan baik. Seorang ibu sudah sepantasnya untuk selalu memperhatikan kesehatan anak-anak serta suaminya dengan baik.  Ia juga harus tetap memperhatikan asupan giji untuk kelaurganya agar ia tetap sehat dan tidak jatuh sakit. Untuk menjadi seorang ibu, ia juga betugas untuk merawat anak-anaknya dari pertama anaknya lahir kedunia hingga dewasa.[12]

Begitu besarnya peran ibu dalam keluarga yang tentunya akan berdampak positip bagi kelurga dan negara . Dampak positip berupa tumbuhnya generasi baru yang memiliki kwalitas sumber daya manusia.

Seperti kita ketahui,  pembangunan sumber daya manusia menjadi program prioritas Presiden Joko Widodo pada periode kedua pemerintahannya. Setelah megaproyek infrastruktur yang digalakkan di seluruh penjuru tanah air, kini saatnya sumber daya manusia Indonesia dibangun, dikelola dan ditingkatkan kualitasnya dengan lebih masif dari sebelumnya. Visi Indonesia Maju tidak akan terwujud tanpa partisipasi seluruh rakyat.

Kaum ibu menjadi bagian dari ratusan juta rakyat Indonesia. Kaum ibu memiliki peran yang strategis dalam pembangunan sumber daya manusia. Ada dua peran kaum ibu yang sangat strategis dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Pertama, peran mereka sebagai ibu. Kedua, peran mereka sebagai istri.

Ibu berperan penting dalam membentuk karakter anak. Mereka mengandung, merawat, memelihara dan mendidik calon generasi bangsa sejak mulai tumbuh dalam rahimnya. Ibu juga yang pertama kali meletakkan bibit kebaikan dan kejahatan dalam hati manusia. Kaum ibu tidak boleh berpendidikan rendah, bila menginginkan peradaban bangsa yang maju. Peradaban dan kepandaiannya akan diturunkan kepada anak-anaknya. Anak-anak perempuannya akan menjadi ibu pula, sedangkan anak-anak laki-laki kelak pasti akan menjadi penjaga kepentingan bangsanya. Demikian Raden Ajeng Kartini menulis suratnya pada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902. Oleh karena itu, anak-anak perempuan harus diberi pendidikan setinggi-tingginya sebagai bekal mereka untuk menjadi ibu yang berkualitas di masa depan.

Menjadi ibu adalah tugas yang sangat berat sekaligus mulia. Dalam Surat Luqman Ayat 14 Allah SWT berfirman, “Dan Kami wasiatkan manusia menyangkut kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kamu kembali”.

Dalam ayat di atas, Alquran menggunakan kata wahnan yang berarti kelemahan atau kerapuhan. Patron kata yang digunakan ayat ini mengisyaratkan betapa mengandung merupakan tugas yang amat berat. Betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri. Ibu yang tengah mengandung, mengalami kelemahan yang berlipat ganda.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa ayat tersebut tidak menyebut jasa ayah, tetapi menekankan jasa ibu. Peranan bapak dalam konteks kelahiran anak lebih ringan dibanding dengan peranan ibu. Setelah pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian oleh ibu. Bukan hanya sampai masa kelahiran, tetapi berlanjut dengan penyusuan, bahkan lebih dari itu. Ketika calon-calon ibu telah memiliki bekal pengetahuan yang cukup, diharapkan mereka mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Suami sepatutnya mendampingi istri yang tengah mengandung dengan memenuhi segala kebutuhan mereka dari makanan bergizi serta kasih sayang. Lindungi pula kaum ibu dari berbagai macam kekerasan. Agama Islam menyeru setiap manusia untuk selalu berbuat baik kepada keluarga.

Dalam riwayat At-Tirmidzi dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda, Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam memperlakukan keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik dari kalian dalam memperlakukan keluargaku”. Hadis tersebut memberi pesan agar memperlakukan keluarga kita dengan baik.

Kaum ibu juga memiliki peran strategis dalam pembangunan sumber daya manusia dalam posisinya sebagai istri. Istri adalah belahan jiwa suami. Dalam bahasa Jawa istri disebut garwo alias sigare nyowo (belahan jiwa). Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 187 Hunna libaasullakum wa antum libaasullahunna artinya mereka (para istri) adalah pakaian bagimu (wahai suami) dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.

Kalau pakaian berfungsi menutup aurat dan kekurangan jasmani manusia, demikian pula pasangan suami istri harus saling melengkapi dan menutup kekurangan masing-masing. Jika pakaian merupakan hiasan bagi pemakainya, maka istri adalah hiasan bagi suaminya, begitu pula sebaliknya. Istri adalah orang yang paling dekat dengan suami. Sedekat-dekatnya suami dengan rekannya, tetap lebih dekat dengan istrinya. Tidak jarang suami mendapatkan jalan keluar mengenai masalah yang di hadapinya di kantor, setelah berdiskusi dengan istrinya di atas ranjang.

Di balik kesuksesan seorang lelaki, ada perempuan hebat di belakangnya. Demikian pepatah mengatakan. Dapat disaksikan bagaimana Ibu Ainun berperan besar bagi kesuksesan Bapak B.J Habibie. Demikian pula peran Ibu Ani bagi kesuksesan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Serta peran Ibu Iriana bagi kesuksesan Bapak Joko Widodo. Ada banyak istri yang rela mengorbankan jiwa raga mereka demi pengabdian mereka pada suami.

Para istri bisa menjadi ahli gizi, perawat kesehatan, partner kerja, konsultan bisnis, akuntan keuangan, penghibur, hingga fashion stylist bagi suaminya sekaligus. Betapa pentingnya peran istri bagi suaminya. Istri yang baik senantiasa menyemangati suami untuk lebih giat dalam berkarya. Istri yang baik juga akan mengingatkan suaminya agar selalu mencari nafkah dari jalan yang halal. Tidak mengambil yang bukan haknya, apalagi dari jalan yang haram seperti korupsi atau mencuri.

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa para istri memiliki peran strategis dalam pembangunan sumber daya manusia. Karena nasihat-nasihat yang istri berikan untuk suaminya akan senantiasa terngiang dalam benak sang suami, dan akan berusaha dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Untuk bisa menjadi ibu dan istri yang baik, tentu setiap anak perempuan harus diberi pendidikan setinggi-tingginya serta perlindungan dari berbagai kekerasan yang mungkin mereka hadapi. Anak-anak harus dicegah melakukan perkawinan pada usia anak, karena perkawinan dini mengakibatkan anak terpaksa meninggalkan bangku sekolah.

R.A Kartini pada 4 Oktober 1902 dalam suratnya kepada Tuan dan Nyonya Abendanon telah meminta agar anak-anak perempuan bangsanya diberi pendidikan. Bukan untuk menyaingi lelaki, namun sebagai bekal mereka menjalankan tugas berat yang diberikan Tuhan kepada perempuan. Yaitu sebagai ibu dan juga sebagai istri. [13]

Penutup

Begitu strategisnya peran perempuan-Ibu- dalam pembangunan spriritual bangsa salah satunya adalah menjaga moral anak bangsa yang diawali dari keluarga. Negara telah berperan dalam melakukan perlindungan terhadap masyarakat melalui Lembaga Sensoor Film, masyarakat harus mentaatinya dengan melakukan sensor mandiri.

Tujuan dari sensor mandiri adalah melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film, jika masyarakat terlindungi maka akan terlindungilah generasi bangsa. Ibu sebagai orang terpenting dalam keluarga menjadi gawang pembangunan spiritual dengan menjaga generasi dari beberapa pengaruh buruk lingkungan sekitarnya, salah satunya adalah film.

 

 



[1] Pembagunan. 2016. Pada KBBI Daring. Diambil 19 Nov 2022, dari https://kbbi.web.id/pembangunan

[2] Kirana Intan. 17 Agustus 2021.”Inilah 6 Film Propaganda Jepang Sebelum Indonesia Merdeka”. https://kincir.com/movie/cinema/film-propaganda-jepang-kVggbHQicOQF. (Diakses pada 21 November 2022)

[3] Arda Muhlisiun Film Nasional Indonesia Pertama, , Fakultas Film dan Televisi (IKJ)-Institut Kesenian Jakarta, 2019 hal 10.

[4] Badan Perfilman Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, pasal 5-6.

[5] Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film, Pasal 6-7  .

[6] Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film, Pasal 28.

[7] Syakinah Yusriyyah, 18 Juni 2022 “Menilik Dampak Film Horor Pada Anak” https://kumparan.com/syakinahyusriyyah/menilik-dampak-film-horor-pada-anak-1yHZqtyYRkP/3, ( Di akses pada 21, November 2022)

[8] CNN Indonesia, 10 Feb 2020 “KPAI: 1.940 Anak Jadi Korban Kejahatan Online Sejak 2017-2019”

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200210131134-185-473240/kpai-1940-anak-jadi-korban-kejahatan-online-sejak-2017-2019 (Di akses pada 21 November 2022)

[9] Firmansya Ferry, 19 Oktober 2014, “Kekerasan di SD Bukittinggi Akibat Pengaruh TV” https://nasional.tempo.co/read/615329/kekerasan-di-sd-bukittinggi-akibat-pengaruh-tv. (Di akses pada 21 November 2022)

[10] Imas Damayanti, 13 Desember 2019 “Mengapa Ibu Istimewe Hingga disebbut 3 Kali dalam Sabdanya” https://www.republika.co.id/berita/q2f5dk320/mengapa-ibu-istimewa-hingga-disebut-3-kali-dalam-sabdanya. (Di akses pada 22, November 2022)

[11] Orami, 29 Juni 2021, “Tanggung Jawab Ibu Dalam Keluarga” https://www.orami.co.id/magazine/tanggung-jawab-ibu-dalam-keluarga. (Di akses pada 22 November 2022 )

[12] Julaeha Siti, 27 November 2021, “Muslimah wajib Tahu Ini! 5 Tanggung Jawab Menjadi Ibu dalam Keluarga” https://www.islampos.com/tanggung-jawab-menjadi-ibu-241200/. (Di akses pada 22, November 2022)

[13] Anita Qurroti Ayuni, Lc., M.Pd. 23 Desember 2019, “Dua Peran Strategis Kaum Ibu dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia” https://lombokpost.jawapos.com/opini/23/12/2019/dua-peran-strategis-kaum-ibu-dalam-pembangunan-sumber-daya-manusia. (Di akses pada 22 November 2022)

Komentar

Postingan Populer