Membangkitkan Semangat Literasi Melalui Film

Kemarin, Minggu 1 September 2019, saya dan dua anak saya menonton film Bumi Manusia , sebuah film yang diadaptasi  dari  novel populer karya Pramoedya Ananta Toer.  Menonton adalah suatu hal biasa yang kami lakukan jika ada waktu di sela-sela pendidikan anak saya yang mondok di Pesantren. Tapi hal ini menjadi luar biasa ketika anak sulung saya mengatakan; ”Kurang asyik ya mak, beda dengan novelnya”. Kalau film Dilan lebih menarik mak, kawan-kawan yang belum baca novelnya jadi pengen baca,” kata anakku. Dan yang membuat lebih tercengang, disela-sela kesibukannya dengan hafalan surah-surah dan hadist-hadist di pondok, dia dan teman-temannya mengaku sudah membaca beberapa karya Pramoedya Ananta Toer yang lain seperti “Dagul” dan “Cerita Calon Arang”.

Dari penilaiannya tentang film “Bumi Manusia” besutan Hanung Bramantyo itu, maka dapat diartikan bahwa film dapat membangkitkan semangat literasi bagi anak-anak. Melalui film-film biopic (biografi seorang tokoh) dan novel-novel pupuler yang sukses diangkat ke layar kaca, anak-anak akan terinspirasi untuk lebih mengetahui tentang film tersebut, atau membandingkan novel yang ditulis dengan film yang dipertunjukkan.

Dalam kamus wikepedia disebutkan literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa bagi seseorang. Literasi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Secara etimologis, istilah literasi berasal dari bahasa Latin ‘literatus’ dimana artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, arti literasi sangat berhubungan dengan proses membaca dan menulis.

Betapa pentingnya literasi bagi anak-anak kita, untuk itu orang tua harus lebih berperan aktif untuk membantu pengembangan literasi anak dengan berbagai upaya, salah satunya adalah melalui film. Film adalah karya seni budaya yang memiliki peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir bathin untuk memperkuat ketahanan Nasional. Film sebagai media komunikasi massa merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa, pembinaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat serta wahana promosi Indonesia ke dunia Internasional.

Dalam Undang-Undang No.33 tahun 2009 tentang Perfileman, disebutkan bahwa salah satu tujuan perfileman adalah terbinanya akhlak mulia dan terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut sejalan dengan tujuan literasi yang bertujuan membantu menumbuhkan dan mengembangkan budi pekerti yang baik di dalam diri seseorang . Untuk mendukung upaya tersebut pemerintah mengupayakan sebuah Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB)  yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca tulis serta cinta sastra. Diharapkan melalui sastra akan terbina akhlak mulia bagi generasi bangsa penurus cita-cita Indonesia.

Film pada hakekatnya berdasarkan amanah undang-undang disebutkan sebagai karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKB) dijelaskan, Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dalam hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat.  Dengan kata lain, pranata sosial merupakan kumpulan norma-norma (sistem norma) dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

Tujuan mulia literasi dan film dapat digabungkan menjadi sebuah budaya literasi  keluarga (BuLike). Dengan film keluarga dapat mendiskusikan persoalan-persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Film juga dapat memberikan contoh yang baik jika didiskusikan dalam keluarga meskipun tidak dipungkiri ada pengaruh negatif film jika tidak ditonton sesuai dengan usianya. Anak-anak yang menonton film biasanya punya penilaian dan imajinasi, dan jika film itu adalah sebuah kisah seseorang (biopik) atau film yang diangkat dari novel maka akan tumbuh motivasi anak untuk berliterasi (membaca dan menulis).

Suksesnya Film Biopik dan Novel

Sebelum film “Bumi Manusia”  banyak film-film biopik dan film yang diadaptasi dari novel sukses di pasaran. Film biopik (biografi tokoh) yang sukses di pasaran antara lain Habiebi & Ainun, Rudi Habiebi, Soekarno, Jendral Sudirman, Sang Kyai. Bukan hanya cerita tokoh, kisah cinta nyata juga banyak sukses di pasaran. Salah satu contoh adalah film Teman Tapi Menikah, yang mengangkat kisah cinta Ayudia Bing Slamet dan Ditto. Sebelum “Teman Tapi Menikah”  di angkat dalam film, versi novelnya sudah duluan menjadi best seller. Kisah-kisah non fiksi yang dibalut dengan cerita fiksi dalam film akan menumbuhkan inspirasi anak-anak untuk membaca sehinga dapat menambah pengetahuannya.

Film-film yang diadaptasi dari novel yang sukses di pasaran juga tak terhitung jumlahnya, antara lain; Dilan 1991. Film yang dibintangi Ramadhan ini diumumkan Max Pictrures berhasil menembus 5 juta penonton dalam waktu 17 hari. Kemudian Dilan 1990 yang juga tembus dengan jumlah penonton di atas 5 juta. Kemudian, Laskar Pelangi sukses tahun 2008, film tersebut diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata diproduksi Miles Film dan sukses menjadi box office dengan 4,7 juta penonton. Ayat-ayat Cinta yang diangkat dari novel karya Habiburrahman El Shiraz dirilis tahun 2008 tembus 3,5 juta penonton. Tak kalah seru dan heboh film horor dengan judul “Danur” dirilis tahun 2018.

Film Danur  diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Risa Saraswati. Novel dengan judul “Perahu Kertas “ dari pengarang ternama Dewi Lestari juga sukses dirilis di layar lebar dengan judul yang sama tahun 2012 dibintangi oleh Maudy Ayunda dan Adipati Dolken. Beberapa film yang diangkat dari novel tersebut banyak disutradarai Hanung Bramantyo. Tahun 2013 Maxima Pictures juga sukses mengangkat film layar lebar yang diadaptasi dari novel karya Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dengan judul 99 Cahaya di Langit Eropa. Dan novel tersebut ditulis berdasarkan pengalaman pribadi perjalanan seorang jurnalis Indonesia di Eropa.

Tiga Poros Utama GNLB

Film akan menjadi suatu pembangkit literasi bagi anak-anak jika didukung oleh tiga poros utama yaitu, keluarga, sekolah dan masyarakat. Tiga poros utama ini juga merupakan tiga poros utama Gerakan Nasional Literasi Bangsa. Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan tiga poros utama Gerakan Literasi Naional adalah Keluarga, Sekolah dan Masyarakat.

Keluarga harus memahami bahwa film dalam era globalisasi ini sudah menjadi sesuatu yang mudah diakses baik melalui bioskop maupun dunia maya seperti youtube maupun wibsite. Keluarga terutama orang tua harus ikut serta mendampingi anak dalam memilih film yang sesuai dengan usianya. Memilah dan memilih film untuk ditonton bersama keluarga untuk kemudian didiskusikan menjadi bahan literasi anak.

Sekolah, saat ini sekolah juga harus lebih memberikan ruang buat anak-anak berkarya lewat film. Dunia digital tidak dapat ditolak lagi kehadirannya, karena itu sekolah harus mampu menyesuaikan diri untuk lebih memahami kebutuhan siswa. Untuk memperkuat upaya penumbuhan literasi lewat film,  siswa didik harus lebih diperkenalkan dengan film, terutama film-film biopik dan film-film yang diangkat dari novel. Beberapa sekolah di Jakarta bahkan membuat kegiatan ekstra kurikulernya dengan membuat kegiatan nonton bareng, lalu setelah menonton mereka diajak berdiskusi tentang film tersebut.

Masyarakat, dalam hal ini lingkungan sekitarnya dan pemerintah juga harus memberikan suport buat anak-anak untuk lebih mencintai film terutama film Indonesia. Masyarakat harus memberikan ruang bagi anak-anak untuk menilai film dengan menonton film sesuai dengan usianya  sehingga film dapat menjadi motivasi bagi anak untuk menumbuhkan minat literasi. Komunitas-komunitas film yang ada di tengah-tengah masyarakat mestinya diberi dukungan dan suport ke arah yang lebih baik. Komunitas dapat membuat  film dengan nuansa muatan lokal sehingga masyarakat akan lebih memahami cerita daerah.

Dengan tiga poros GNLB serta tiga poros utama dukungan terhadap film, diharapkan dapat menumbuhkan semangat literasi dalam keluarga, terutama anak-anak. Dengan film diharapkan tumbuh rasa penasaran dan keinginan membaca dan menulis bagi anak-anak kita, anak-anak bangsa Indonesia sebagai generasi penerus Indonesia . #Sahabat Keluarga #LiterasiKeluarga


Komentar

Postingan Populer