Waspadai "Tamu Asing" Anak kita


    Ibu rumah tangga yang tinggal di kompleks sering kali membuat arisan atau perkumpulan-perkumpulan yang memaksa mereka meninggalkan  anak-anaknya untuk tinggal di rumah sendirian atau dengan asisten rumah tangga. Ibu rumah tangga ada juga  yang “terpaksa” meninggalkan anak-anaknya karena harus membantu perekonomian keluarga dengan bekerja.
    Arisan yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga itu tidak salah, karena dalam pertemuan pada umumnya bertujuan menjalin silaturahmi dalam mewujudkan “habluminanas”. Ibu rumah tangga yang berkeja juga tidak salah karena tujuannya adalah membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga di saat pengeluaran dalam rumah bertambah. Yang menjadi masalah adalah ketika kita (orang tua) memilih memberi fasilitas untuk anak agar mereka betah di rumah.
    Agar anak betah di rumah sehingga dapat dipantau keberadaannya, orang tua sering kali memberikan fasilitas kepada anak-anak berupa hand phone, di rumah diberi fasilitas provider televisi berlangganan. Dengan membayar Rp.150.000,- per bulan, kita sudah bisa menonton program-program televisi unggulan di stasiun-stasiun televisi dalam dan luar negeri. Televisi berlangganan juga memberikan layanan plus dengan akses internet gratis, sehingga hand phone anak yang android itu dapat mengakses apapun tanpa harus membeli pulsa.
    Dengan fasilitas yang diberikan kepada anak-anak tersebut, tahukan berapa banyak tamu yang datang menghampiri  anak kita setiap hari tanpa kita sadari. Seberapa banyak informasi yang mereka terima tanpa kita ketahui, bahkan seberapa banyak tontonan-tontonan yang tak layak ditonton tetapi ditonton mereka tanpa batas.
    Tanpa kita sadari, dengan fasilitas yang kita berikan, anak-anak menerima tamu yang sebenarnya tak pantas dibukakan pintu. Tamu yang tidak meminta pendapat tentang apa yang diberikan membuat anak melakukan dialog monolog (dialog dengan diri sendiri). Lalu, anak-anak yang masih dalam proses perkembangan kognitif mengambil kesimpulan dengan ingin meniru seperti layaknya tumbuh kembang anak. Apakah itu perkembangan kognitif ?.

Menurut ahli psikologi, Gestalt perkembangan kognitif mencakup kegiatan mental dan otak. Aktifitas mental, berpikir dan menganalisis akan membentuk konsep menyelesaikan masalah. Anak yang menerima informasi akan berpikir untuk melakukan tindakan. Salah satu perkembangan kognitif anak adalah keinginan meniru apa yang telah dilihat dan dikaguminya.
    Menurut Kamus Bahasa Indonesia, meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indra sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik. (Sumber : Wikipedia Bahasa Indonesia).
    Menurut Gerungan (1966:36), Imitasi atau meniru tidak berlangsung secara otomatis melainkan dipengaruhi oleh sikap menerima dan mengagumi terhadap apa yang akan ditiru. Dengan terus menerus menerima informasi yang menimbulkan rasa penasaran, anak-anak akan segera bertindak sesuai dengan apa yang dilihat tanpa berpikir panjang tentang dampak yang akan terjadi. Impormasi dari internet yang masuk tanpa seleksi tentunya akan berpengaruh buruk bagi anak-anak yang menerima informasi yang tidak sesuai dengan usianya.
    Salah satu bukti bahwa tamu-tamu yang datang setiap hari membuat anak semakin paham dengan yang namanya media sosial, pemahamannya bahkan mengalahkan orang tuanya. Anak-anak Sekolah Dasar pun saat ini sudah memiliki Facebook, twitter, line, wash Up dan media-media sosial lain yang membuat mereka menerima informasi tanpa sensor. Internet melalui google, you tube, instragram juga akan membukakan informasi secara luas bahkan seluas samudra tanpa batas. Cukup mengetik apa yang akan diketahuinya maka internet akan menjelaskan apa yang ingin diketahuinya tanpa batas.
    Negara telah melahirkan beberapa peraturan untuk membatasi informasi yang masuk ditengah-tengah masyarakat. Salah satu peraturannya adalah  Undang-Undang No.33 Tahun 2009 tentang perfileman. Dalam pasal (7)  dijelaskan, setiap film dan iklan film yang akan diedarkandan/atau dipertunjukkan wajib memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).  Namun pada kenyataannya, banyak filem terutama yang ada di internet tidak disensorkan ke LSF. Negara juga punya kementrian Komunikasi dan informatika (Kominfo) yang mengawasi peredaran film porno lewat internet, namun faktanya 1000 situs porno ditutup maka lahir lagi 2000 situs yang sama.  
Dampak Tayangan Pornografi
Televisi, internet, media sosial, adalah media massa yang berperan sebagai  alat komunikasi yang sudah ada sejak dahulu, namun selalu berkembang sesuai perkembangan teknologi. Setiap informasi yang disampaikan melalui media massa selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negatif. Namun saat ini dampak negatifnya semakin dirasakan lebih besar, salah satunya adalah sebagai media penyebarluasan pornografi. Merebaknya berbagai sarana pornografi berupa buku-buku seperti, majalah, tabloid, maupun VCD-VCD porno serta internet yang bebas mengakses muatan pornografi dari berbagai belahan dunia, menyebabkan timbulnya berbagai masalah-masalah sosial dan hukum (kriminal). Salah satunya adalah semakin banyak timbul berbagai kejahatan kesusilaan terhadap anak.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Maria Advianti mengatakan, pornografi merupakan salah satu pemicu yang bisa menstimulasi anak melakukan kejahatan seksual. Dan berita-berita serta data-data kekerasan terhadap anak dari dampak pornografi dari tahun ke tahun terus meningkat sehingga pada tahun 2016, KPAI menyatakan sejak tahun 2013 Indonesia darurat kekerasan seksual pada anak. Maria Advianti juga mengatakan Internet mendorong angka kejahatan online terhadap anak semakin tinggi, pertumbuhannya semakin cepat sejak tahun 2011," ungkap Maria Advianti, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di acara peringatan Hari Internet Aman Sedunia di kantor KPAI, pada tahun 2015.
Tentunya kita masih ingat, berita mengejutkan pada tahun 2014, sebanyak  120 anak di Sukabumi menjadi korban sodomi oleh Emon. Dan sebelum melakukan tindakan tersebut, anak-anak yang menjadi korban diajak terlebih dahulu menonton video porno. Dan berita mengejutkan yang diekspose SCTV dari sumber Komisi Nasional (KOMNAS) Perlindungan Anak, tentang hasil survei prilaku seksual remaja tingkat SMP dan SMU, dijelaskan ;
  • 93,7 %, remaja SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks.
  • 62,7 %, remaja SMP dan SMU tidak perawan
  • 21,2 %, remaja SMU pernah aborsi
  • dan yang mengejutkan, 97 %, remaja SMP dan SMA pernah menonton film Pornno.
Pada tahun 2013, Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH) pernah merilis berita yang menyatakan, 95 % siswa kelas 4-6 SD di Jakarta pernah melihat konten pornografi. Data End Child Protistusi Child Pornografi and Traffiking (ECPAT) tahun 2012 pernah merilis berita terjadi peningkatan 450 %  tindakan kriminal seksual online dalam 4 tahun tercatat ada 18.000 kasus. KPAI juga merilis berita di tahun 2014 menyatakan, 90 % dari pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Flores didorong akibat konten pornografi.
Siaran pers Komnas Perempuan tahun 2016, tanggal 7 Maret 2016 jumlah kekerasan seksual terhadap perempuan dari tahun 2013 sampai 2016 meningkat. Dari data, kasus perkosaan ada 1.657 kasus, pencabulan 1.064 kasus, pelecehan 268 kasus, kekerasan seksual lain 130 kasus.
Dampak Tayangan Kekerasan
Berita kekerasan setelan menonton konten tayangan kekerasan juga diekspose di media massa bahkan juga viral beritanya di medsos, sebagai contoh  kejadian di Bukit Tinggi Sumatera Barat. Siswa Sekolah Dasar dikeroyok oleh teman-teman sekelasnya. Tayangan tersebut juga di unggah di you tube dan menjadi perhatian. Masih di tahun 2014, di Makassar anak kelas I SD yang bernama Ahmad Syukur meninggal karena dikeroyok oleh tiga temannya. Dan dari penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian, ternyata pelaku melakukan karena terinspirasi tayangan televisi.
Berita yang tak kalah hebohnya, pada 3 Mei 2014 di Jakarta Timur siswa SD, Renggo Khadapi meninggal akibat dianiaya oleh siswa kelas 5 SD. Pada tanggal 5 Mei 2014 di Muara Enim Sumatera Selatan, siswi kelas 4 SD meninggal dengan luka lembam akibat kekerasan oleh teman sekelasnya. Dan pelaku ternyata selalu menonton tayangan olah raga Worl Boxing (Tinju Bebas) yang ditayangkan oleh televisi.
Mensteril Informasi Negatif Dalam Keluarga
    Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh tayangan film dengan konten pornografi dan kekerasan, begitu banyak pula media yang menyajikan tontonan pornografi dan kekerasan, maka wajarlah kita harus membentengi diri dan keluarga kita dari pengaruh negatif film-film tersebut.
    Lembaga Sensor Film (LSF), Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominko),dan  Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tak mungkin diharapkan sepenuhnya untuk mengawasi persoalan tersebut. LSF hanya dapat menyarankan untuk melakukan sensor mandiri, setelah mengeluarkan Surat Tanda Lulus Sensor dengan klasifikasi usia yang pantas untuk penonton. Kominko menutup 1000 situs pornografi lalu muncul kembali 2000 situs yang sama tanpa dapat dicegah. KPI mengeluarkan surat teguran yang tak sesuai jam tayang, sementara televisi menyiarkan acara berdasarkan ranting dan selera penonton. Ketiga lembaga tersebut tidak menjadi jaminan anak-anak dan keluarga kita akan aman dengan serangan pornografi dan kekerasan yang ada.
    Karena itu, yang harus dilakukan adalah mensterilkan  informasi yang masuk ke dalam rumah tanpa kita sadari. Bagaimana menstrilkan informasi tersebut adalah dengan cara mendampingi anak-anak dalam mengakses informasi. Mari dampingi anak-anak kita, keluarga kita dengan pengaruh negatif film yang terus menerus terbuka lebar seiring dengan kemajuan zaman. Jangan biarkan anak-anak kita menerima tamu tanpa sepengetahuan orang tua, karena tamu yang datang karena fasilitas yang telah disediakan tanpa kita sadari akan mengajak mereka (anak dan keluarga kita) mengikuti isi pesan yang menjadi dialog monolog dalam hati mereka karena tidak ada pendampingan dan penjelasan .
    Mendampingi anak dalam memilih film, memperhatikan fasilitas yang tersedia yang tidak sesuai dengan usia, serta tidak  membiarkan anak dengan dialog monolog (dialog dengan diri sendiri dengan menerka-nerka isi film yang tidak sesuai dengan tontonannya) tentunya akan melahirkan  kebaikan-kebaikan bagi anak dan keluarga. Kebaikan keluarga akan berpengaruh kepada kebaikan masyarakat, dan kebaikan masyarakat akan berpengaruh kepada kebaikan negara.  (Selesai, Semoga Bermanfaan).

Komentar

Postingan Populer